Mati di Parit

Oleh Dahlan Iskan

Mati di Parit
Foto: disway.id

Ia terus mengutik HP-nya. Seperti gelisah. Ia seperti begitu sepi di tengah keramaian. Seperti menanti seseorang yang tidak jadi datang. Atau telat.

Ya, sudah. Masih untung ada HP.

Soal demo politik itu hanya tempatnya saja yang di Newcastle. Sedang topiknya mengenai apa yang lagi terjadi di London. Khususnya kejadian di hari Jumat kemarin. Yang dramatis itu.

Begitu banyak pembelotan di kubu Perdana Menteri Boris Johnson. Termasuk adik kandungnya sendiri --Jo Johnson.

Hari Jumat itu parlemen memutuskan: Brexit harus terjadi dengan kesepakatan. Artinya harus ada dokumen kesepakatan yang ditandatangani antara Inggris dan Uni Eropa.

Inggris harus berunding mengenai kesepakatan itu. Sampai 19 Oktober bulan depan. Kalau sampai tanggal itu belum ada kesepakatan, Inggris harus minta pengunduran batas waktu lagi.

Putusan parlemen itu tinggal menunggu pengesahan Ratu. Jadwal pengesahannya Senin hari ini. Ratu tidak pernah tidak mengesahkan apa pun yang diputuskan parlemen.

Maka di Jumat keramat kemarin semua rencana Boris Johnson kandas. Pun kartu trufnya tidak laku. Tantangannya untuk pemilu dadakan tidak relevan lagi.

Di tengah keramaian itu ada juga yang bete. Satu orang. Wanita. Duduknya sembrono. Roknya pendek. Payudaranya menonjol.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News