Mati di Parit

Oleh Dahlan Iskan

Mati di Parit
Foto: disway.id

Boris Johnson begitu tersudut. Pilihannya tinggal empat: menabrak hukum, menggertak Eropa, mengemis pengunduran deadline atau --ini yang paling mudah-- mengundurkan diri.

Namun Boris tetap Johnson. Ia ngotot. Tanggal 31 Oktober nanti Inggris harus keluar dari Uni Eropa. Dengan atau tanpa deal.

"Saya tidak mungkin ngemis-ngemis perpanjangan ke Brussels," katanya. Brussels, Belgia, adalah ibu kota Uni Eropa.

Kemudian, inilah ucapan Johnson yang sangat terkenal di Inggris sekarang: "Lebih baik saya mati di parit".

Johnson berpendapat amanat rakyat Inggris harus dipenuhi: keluar dari Uni Eropa. Amanat itu sudah berumur tiga tahun.

Pelaksanaannya mundur terus. Terbentur belum adanya kesepakatan itu. Terutama soal pengaturan perbatasan di Irlandia.

Perdana menteri yang lama, Theresa May, pernah menandatangani kesepakatan. Tapi ditolak oleh parlemen. Dalam kesepakatan itu harus ada pembatas antara Irlandia Utara (Inggris) dan Republik Irlandia (Eropa).

Itu dianggap melanggar perjanjian perdamaian di Irlandia.

Di tengah keramaian itu ada juga yang bete. Satu orang. Wanita. Duduknya sembrono. Roknya pendek. Payudaranya menonjol.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News