Melayang, Tak Sampai Semenit Sudah Tiba di Lantai 350

Melayang, Tak Sampai Semenit Sudah Tiba di Lantai 350
Pengunjung menikmati suasana tembo galleria di lantai 445 menuju lantai 450 sepanjang 110 meter. Foto: Priyo Handoko/JAWAPOS/JPNN.com

Lebih dari setahun sejak dibuka untuk umum pada 22 Mei tahun lalu, Tokyo Skytree semakin meneguhkan diri sebagai primadona wisata di ibu kota Jepang tersebut. Ribuan orang setiap hari mengantre untuk naik ke tower setinggi 634 meter itu.
 
PRIYO HANDOKO, Tokyo    

Asato, staf lapangan Tokyo Skytree, tampak sibuk Minggu siang lalu (17/11). Gadis 20-an tahun itu harus tegas mengatur antrean pengunjung yang akan masuk lift gedung pencakar langit tersebut agar tidak saling serobot. Berkapasitas 35"40 orang, lift itu merupakan satu di antara empat lift yang akan mengantarkan pengunjung Tokyo Skytree dari lantai 4 hingga lantai 350 yang biasa disebut tembo deck. Bagi penyandang cacat, disediakan satu lift khusus.

"Ayo, lebih ke belakang. Terus merapat," kata Asato memberikan instruksi kepada pengunjung yang sudah berada di dalam lift. Semua celah harus terisi biar mampat. Lift baru bergerak bila sudah benar-benar full.

"Masih cukup buat dua orang lagi," ujarnya lagi sambil menyuruh antrean berikutnya untuk masuk.

Namun, pengunjung yang disuruh datang bersama istri dan dua anaknya memilih untuk menunggu lift berikutnya. Asato lalu memerintah sepasang turis asal Korea untuk menggantikannya. Begitu pintu tertutup sempurna, lift mulai bergerak dan terus bertambah kencang hingga 600 meter per menit. Tubuh terasa melayang. Dengan kecepatan seperti itu, pengunjung akan tiba di lantai 350 hanya dalam 50 detik. Luar biasa.
 
Saat mulai dioperasikan pemerintah Jepang, Tokyo Skytree diharapkan bakal dikunjungi setidaknya 21 juta orang per tahun. Pemasukan negara dari tiket objek wisata tersebut diharapkan mencapai USD 999 juta hingga mampu mendongkrak ekonomi nasional sebesar USD 2 miliar per tahun. Target itu pun langsung terpenuhi pada tahun pertama.
 
"Skytree selalu ramai. Tiap hari ribuan pengunjung naik," kata Kristian Agus Arianto yang mendampingi rombongan jurnalis Indonesia dalam kunjungan di Tokyo Skytree itu. Kunjungan bersama Honda Prospect Motor (HPM) tersebut dilakukan sebelum rombongan menyaksikan pesta otomotif akbar Tokyo Motor Show 2013 yang baru dimulai 20 November.  
 
Saat rombongan Indonesia tiba pukul 10.00, antrean sudah mengular. Lantaran banyaknya antrean, pengunjung yang datang belakangan rata-rata harus mengantre dua jam untuk mendapatkan giliran masuk lift. Kecuali rombongan yang sudah registrasi seperti kami. Hanya, untuk itu (menghindari antrean panjang), per orang dikenai ongkos ekstra 500 yen (sekitar Rp 58.000, 1 yen = Rp 116).
 
"Kalau hari libur, antreannya bisa sampai tiga jam. Belum termasuk antre beli tiketnya," ujar Kristian.
 
Loket tiket Tokyo Skytree mulai dibuka pukul 08.00 hingga pukul 21.00. Pengunjung yang hendak menikmati pemandangan kota dari tembo deck itu dikenai biaya 2.000 yen (sekitar Rp 232.000). Tarif pengunjung berusia 12"17 tahun lebih murah, yakni 1.500 yen (Rp 174.000). Untuk anak-anak 6"11 tahun, tarifnya hanya 900 yen (Rp 104.400) dan anak-anak 4"5 tahun cukup 600 yen (Rp 69.600).
 
Bagi yang ingin naik lagi hingga ke lantai 445 (tembo galleria), pengelola menarik ongkos tambahan 50 persen dari biaya tiket sebelumnya. Tiketnya bisa dibeli di loket yang ada di tembo deck.
 
Meskipun terjadi antrean panjang dan lift selalu penuh, tembo deck dan tembo galleria tidak sumpek. Suasananya tetap nyaman bagi pengunjung. Sebab, ada pengaturan lift yang tersistem dengan baik. Begitu ada lift yang naik, pasti ada yang turun. Dengan demikian, tidak sampai terjadi penumpukan pengunjung.  
 
Selama berada di tembo deck, pengunjung bisa menikmati pemandangan sepuas-puasnya. Jarang ada petugas yang sampai harus mengoprak-oprak pengunjung agar cepat meninggalkan titik tertentu. Dengan begitu, mata pengunjung bisa menjelajahi seluruh penjuru megapolitan Tokyo dengan leluasa. Bahkan, Gunung Fuji yang berada 106 kilometer dari Tokyo Skytree dapat dilihat dengan mata telanjang.
 
Selain pemandangan di bawah, selama di tembo deck, pengunjung dimanjakan dengan aneka hiburan. Misalnya, permainan refleksi dinding kaca yang membuat orang yang berdiri di tengahnya seolah membelah diri menjadi banyak mengelilingi pilar tower. Karena itu, tak heran bila banyak pengunjung yang menyempatkan berdiri di tengah arena untuk berfoto dengan berbagai gaya.
 
Sementara itu, di tembo galleria, terdapat lintasan jalan dari lantai 445 menuju lantai 450 sepanjang 110 meter. Dinding kaca plus efek suara yang berubah sesuai dengan musim dan cuaca membuat orang tidak ingin melangkah terburu-buru. Di situ juga ada satu bidang lantai berukuran 0,5 x 1 meter terbuat dari kaca yang diperkuat secara termal. Pengunjung bisa berdiri di atasnya dan menikmati pemandangan "dramatis" yang tampak di bawah kaki.
 
Bila ingin makan atau minum sambil menikmati sensasi di ketinggian, ada kafe di lantai 340 dan 350 serta restoran di lantai 345. Untuk menuju tempat-tempat tersebut, disediakan jalan tersendiri.
 
Tokyo Skytree sebenarnya berfungsi sebagai pemancar siaran televisi dan radio. Kehadirannya menggantikan Tokyo Tower yang tingginya 333 meter. Itu jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Monas di Jakarta yang "hanya" 132 meter.  
 
Untuk kelas tower pemancar, Tokyo Skytree menjadi yang tertinggi di dunia. Namun, untuk kelas gedung bertingkat, rekor tertinggi masih dipegang Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, yang tingginya mencapai 828 meter.
 
Tokyo Skytree di Distrik Sumida, kawasan kota tua di timur Tokyo itu, benar-benar mencerminkan jati diri Jepang. Mulai tingginya yang 634 meter, pilihan warna, sampai struktur bangunannya seratus persen digali dari akar tradisi bangsa Negeri Matahari Terbit tersebut.
 
"Mengapa 634 meter, bukan 635 meter atau lebih" 6-3-4 itu dalam bahasa Jepang disebut mu-sa-shi yang merujuk sosok Miyamoto Musashi, samurai karismatik yang sangat terkenal di Jepang pada abad pertengahan (1584"1645)," jelas Kristian.
 
"Musashi adalah tokoh yang sangat disegani di negeri ini," lanjut pria asli Ngawi, Jawa Timur, itu.
 
Soal pilihan warna, tetenger Jepang tersebut terlihat putih kebiruan dari kejauhan. Warna yang disebut aishiro itu merupakan warna tradisional Jepang. Namun, pada malam hari, tampilan Tokyo Skytree berubah-ubah sesuai dengan jadwal dalam dua gradasi pencahayaan. Yaitu, biru yang merepresentasikan semangat (edo) dan ungu yang merepresentasikan keanggunan kekaisaran (miyabi).
"Orang Jepang memandang warna ungu itu elegan," tambah Kristian.
 
Tower yang pembangunannya dikerjakan selama lima tahun tersebut memiliki struktur bangunan yang istimewa. Ia mempunyai satu tiang inti (shinbashira) berukuran besar yang menjulang ke atas. Seluruh struktur bangunan selanjutnya "berpegangan" pada tiang inti tersebut. Model itu berfungsi untuk mengurangi efek goyangan saat angin kencang berembus atau guncangan gempa bumi. Desain bangunan itu meniru struktur pagoda lima tingkat di Kota Nara yang berjarak sekitar sejam perjalanan dari Kyoto.
 
"Pagoda itu berkali-kali kena gempa, tapi tetap selamat. Setelah diteliti, akhirnya diketahui bahwa struktur bangunannya menggunakan satu pilar di tengah yang membuatnya kuat bertahan," jelas Kristian yang sudah tinggal di Jepang sekitar sepuluh tahun itu.
 
Ujian bagi Tokyo Skytree pun terjadi saat Jepang dilanda gempa 8,9 skala Richter pada 2011 yang efeknya dirasakan Tokyo hingga 5,5 skala Richter. Seperti halnya dengan pagoda lima tingkat di Kota Nara, Tokyo Skytree tetap kukuh berdiri, tidak mengalami kerusakan berarti. (*/c10/ari)


Lebih dari setahun sejak dibuka untuk umum pada 22 Mei tahun lalu, Tokyo Skytree semakin meneguhkan diri sebagai primadona wisata di ibu kota Jepang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News