Membaca Arah Transformasi Pendidikan di Era Nadiem Makarim

Oleh: Yogen Sogen, Founder Jaringan Millenial Nusantara

Membaca Arah Transformasi Pendidikan di Era Nadiem Makarim
Founder Jaringan Millenial Nusantara Yogen Sogen. Foto: Dokumentasi pribadi

Pernyataan Muhajir tersebut dapat ditemukan di SD Inpres Hulu Atas Kecamatan Airu, Kabupaten Jayapura memiliki siswa laki-laki 61 orang dan siswa perempuan  46 orang, dengan jumlah guru 6 orang dan Kepala Sekolah bernama Loth Yansip, S.Pd.

SD Inpres Hulu Atas merupakan sebuah sekolah yang letaknya  paling jauh dan berada di pedalaman Kabupaten Jayapura. Fransiskus Liko Sogen, guru di sekolah tersebut kepada penulis menceritakan, sekolahnya hingga saat ini belum memiliki akses internet. Selain itu, rata-rata murid di sekolahnya tidak memiliki keterampilan penggunaan teknologi yang terbatas, karena tidak pernah menggunakan perangkat teknologi seperti android, laptop, dan sebagainya.

Persoalan ini diperparah dengan terbatasnya sinya, karena daerah sulit sinyal bahkan kadang tidak memiliki sinyal sama sekali. Jika adapun mereka harus ke lokasi yang lebih tinggi dengan medan tempuh yang tidak semulus daerah perkotaan dengan jarak berkilometer. Kadang mereka harus memanjat pohon atau naik ke atas gunung atau bukit untuk mendapatkan sinyal.

Keresahan Fransiskus menggambarkan bahwa ditengah gencarnya arus teknologi 4.0 dan 5.0 dan ekosistem pendidikan yang serba digital, masih terdapat ketimpangan pendidikan yang menghambat transformasi pendidikan karena belum meratanya pembangunan di wilayan Indonesia yang luas ini.

Menurut Fransiskus, untuk mengatasi persoalan dan kendala akses internet, ia bersama para guru memaknai Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Nadiem Makarim sebagai kebebasan berekspresi, yakni bersama para murid belajar di alam terbuka.

“Kami memaknainya (red: merdeka belajar) sebagai bentuk kekebasan berekspresi, bersama para murid belajar dengan alam, di bawah rindang pepohonan, lapangan terbuka, sambil bernyanyi, berhitung, belajar membaca, intinya membebaskan mereka dari tekanan di dalam kelas yang kaku dan mendekatkan siswa bersama alam. Dari alam mereka belajar menggali pengetahuan” ungkap Fransiskus Sogen.

Apa yang diceritakan oleh Fransiskus sepertinya sejalan dengan (Insyiroh et al., 2020) bahwa salah satu cara yang dapat diberikan untuk mengurangi kesenjangan digital adalah dengan melaksanakan pendidikan berbasis kearifan lokal sebagai solusi untuk menghadapi kesenjangan digital dalam kebijakan pembelajaran jarak jauh.

Mendikbudristek Pada 26 September 2022 lalu mengatakan Transformasi Pendidikan merupakan upaya Pemerintah dalam mengatasi krisis pembelajaran yang terjadi dan diperparah oleh pandemi. Selain itu, Transformasi teknologi yang dihadirkan bukan saja melalui beragam platform teknologi yang memahami kebutuhan pengguna.

Pasal 31 Ayat 3, UUD 1945 mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem Pendidikan tingkat nasional dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News