Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-90

Membangun Karakter Pemuda di Era Milenial

Membangun Karakter Pemuda di Era Milenial
Sekretaris Jenderal Jaringan Pengembangan Pemuda dan Olahraga (Jarbangpora) Iwan Setiawan Arifin Manasa. Foto: Dokpri for JPNN.com

Mereka yang sekarang berusia 30 tahun, batas atas umur pemuda, sudah 20 tahun merasakan kebebasan dan keleluasaan untuk menunjukkan jatidirinya. Mereka yang saat ini berumur 16 tahun, batas bawah untuk pemuda, tidak merasakan lagi suasana ruang publik yang otoriter. Demokrasi yang kita anut menjadi lahan paling subur untuk melahirkan pribadi yang kritis, kreatif, dan inovatif.

Kita semua harus terus mendorong mereka untuk terus berkarya. Teladan, bimbingan, mentoring, internship, kesempatan, adalah cara-cara memupuk mereka. Satu pola efektif untuk membangun dan memberdayakan pemuda adalah volunteerism – kesukarelawanan. Dengan bakat dan kemahirannya, satu per satu pemuda sukarela dan teratur memberikan waktu serta tenaga kepada orang-orang maupun komunitas yang membutuhkan.

Kementerian Pemuda dan Olahraga misalnya, memiliki program Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3). Mereka adalah para sarjana yang berdedikasi dan minimal sudah dua tahun terjun ke daerah untuk menjadi motivator, pendamping, sekaligus menjadi bagian dalam upaya mendinamisasikan aktivitas pemuda di perdesaan.

Mereka tidak sekadar menginisiasi gagasan, tetapi sekaligus mewujudkan gagasan tersebut menjadi karya nyata. Setiap tahun sejak 1989, Kemenpora menerjunkan sekitar 1.000 sarjana ke desa-desa di seluruh penjuru Tanah Air untuk menjadi penggerak dan ikut terlibat dalam mengawal proses perubahan. Inti dari program ini adalah memotivasi pemuda untuk menjadi pelopor di desanya sendiri.

***

Urgensi pemuda mengawal proses perubahan, tentu tidak berarti membiarkan mereka bebas melakukan apa saja. Arahan, tuntunan, teguran bahkan tindakan tegas tetap diperlukan agar tindakan mereka tidak kebablasan. Arahan yang sama diperlukan manakala sikap kritis dan kreatif kaum muda terwujud ke dalam tindakan kekerasan fisik atau verbal, juga bentuk-bentuk kejahatan lain. Misalnya, yang sedang mewabah saat ini, yakni terlibat dalam menyebarkan kebohongan (hoaks).

Tindakan mengarahkan dan menegur juga harus kita terapkan pada sikap menonjolkan identitas kelompok atau golongan (termasuk suku, agama dan ras) yang seringkali justru meremehkan, mengabaikan, atau meniadakan jatidiri kelompok yang dianggap lain.

Generasi milenial memang memerlukan identitas yang jelas dan tegas tentang dirinya. Hal itu paralel dengan intisari demokrasi yang memberikan keleluasaan untuk menentukan perkumpulan yang paling sesuai dengan dirinya. Biarkan jatidiri tumbuh berbeda-beda, juga kumpulan-kumpulannya. Seperti halnya ketika Kongres Pemuda II tahun 1928, di mana pesertanya datang dari bermacam perkumpulan.

Peringatan Sumpah Pemuda memberi kesempatan pada kita untuk mereguk energi positif dan ide perjuangan dalam kerangka memajukan bangsa dan menggerakkan negara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News