Menakar Parliamentary Threshold

Menakar Parliamentary Threshold
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy. Foto: dokumen JPNN.Com

Pada pembahasan Revisi RUU no 10 tahun 2008, lima fraksi (Fraksi Hanura, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PPP dan Fraksi PAN) sepakat mempertahankan angka 2,5% suara nasional, sebagaimana diatur Pasal 202 UU No. 10/2008. Fraksi PKS ingin menaikkan menjadi 3% sampai 4%, Fraksi PD mengusulkan 4%, sedang Fraksi PDIP dan Fraksi Partai Golkar mematok 5%.

Hal kedua adalah penerapan ambang batas perwakilan di DPR RI untuk pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Konsep yang berkembang saat itu adalah: ambang batas perwakilan pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota ditentukan oleh ambang batas pemilu nasional.

Itu artinya, ambang batas pemilu DPR diberlakukan terhadap pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Ilustrasi konsep ini dapat digambarkan sebagai berikut: misalkan saja, pada Pemilu 2014 terdapat 7 partai yang lolos ambang batas pemilu DPR (yang berarti hanya 7 partai yang berada di DPR), maka 7 partai itu pula yang menguasai kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota se-Indonesia.

Cara inilah yang dipandang paling efektif oleh DPR saat itu sebagai metode penyederhanaan partai. Karena dengan tidak lagi memiliki kursi di parlemen, baik pusat maupun daerah, sebuah partai akan sulit untuk bertahan pada pemilu putaran berikutnya.

Upaya penyederhanaan partai melalui penerapan ambang batas yang demikian tadi oleh sebagian kalangan dipandang tidak logis dan bertentangan dengan undang-undang Dasar. Karenanya, berikutnya Perludem dkk melakukan judicial review terhadap Undang-undang No 8 Tahun 2012.

Logika yang dibangun oleh Perludem diantaranya, Jika dilihat dari sisi praktek pemberian suara, ketika memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota di bilik suara, pemilih menggunakan surat suara berbeda, yang kemudian dimasukkan ke dalam kota suara berbeda pula, surat suara pemilu DPR dimasukkan ke kotak suara warna kuning, surat suara pemilu DPRD provinsi dimasukkan ke kotak suara warna biru, surat suara pemilu DPRD kabupaten/kota dimasukkan ke kotak suara warna putih.

Bagaimana mungkin pemberian suara ke dalam surat suara berbeda dan dimasukkan dalam kotak suara berbeda, tetapi hasilnya disamakan?

Metode menentukan ambang batas pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dengan penentuan ambang batas pemilu DPR tersebut dipandang melanggar prinsip pemilu demokratis, yakni menjaga keaslian suara pemilih dalam menentukan wakil-wakilnya.

Salah satu isu yang memperoleh perhatian utama dalam pembahasan RUU Pemilu kali ini adalah mengenai ambang batas perwakilan di parlemen, atau parliamentary

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News