Mendikbud Tidak Ingin Sekolah jadi Satu-satunya Sumber Belajar

Mendikbud Tidak Ingin Sekolah jadi Satu-satunya Sumber Belajar
Siswa dijemput orang tuanya. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Muhadjir juga mengakui, dia menjadi guru karena saat kecil sering ikut ayahnya saat mengajar di sekolah. "Padahal saat kecil saya cita-citanya ingin jadi tentara," kata Mihadjir.

Dia menampik bahwa sekolah lima hari membuat anak yang semula membantu orang tua di rumah, tidak bisa membantu lagi. Karena waktunya habis di sekolah.

Terkait ada orangtua yang tidak bisa mendampingi anaknya sepulang sekolah, sekolah dipersilahkan membuat ekstrakurikuler.

Bahkan Muhadjir juga menganjurkan supaya pesantren tidak seminggu full santrinya di sekolah. "Saya sempat usulkan ke pesantren-pesantren Muhammadiyah juga," katanya.

Supaya pesantren membuka kesempatan dua hari kepada santri untuk bertemu keluarganya. Caranya santri diperbolehkan pulang atau orangtua yang datang ke pondok.

Muhadjir menegaskan keluarga tetap berhak mendidik anaknya. Tidak boleh memasrahkan sepenuhnya pendidikan ke sekolah. "Sekolah itu sifatnya membantu. Pendidikan di keluarga tetap penting," katanya.

Terpisah, Staf Ahli Kemendikbud Bidang Pendidikan Karakter, Arie Budiman mengungkapkan, bahwa ruh utama dari gerakan pendidikan karakter adalah membentuk siswa menjadi 5 karakter utama. Yakni relijius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.

Kelima karakter tersebut, kata Arief merupakan kristalisasi dari berbagai nilai yang ada pada diri bangsa indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggeber sosialisasi program penguatan pendidikan karakter (PPK). Khususnya terkait dengan sekolah lima hari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News