Menebus Dosa Masa Lalu, Kini Omzet Bisa Rp 800 Juta per Bulan

Menebus Dosa Masa Lalu, Kini Omzet Bisa Rp 800 Juta per Bulan
Ikhwan Arief berdiri di rumah apung Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur. Foto: JAWA POS PHOTO

Cara apa pun, yang pasti korban terbesarnya adalah terumbu karang. Terumbu karang rusak, ikan-ikan pergi.

Menyusutnya jumlah ikan mengakibatkan nelayan Bangsring harus mencari lokasi perburuan baru yang jauh. Di Jember, Malang, Lombok, Manado, Makassar, bahkan Papua.

Tapi, sedikit demi sedikit, berkat kegigihan Ikhwan dan kawan-kawannya di Kelompok Nelayan Samudera Bakti (KNSB), mindset itu dapat diubah. Para nelayan Bangsring kembali ke cara menangkap ikan hias dengan jala. Hanya dengan sedikit modifikasi.

Bukan dengan menebarnya dari atas kapal atau perahu. Melainkan dengan menyelam. Dengan mengandalkan arus laut.

”Jadi, misalnya arus mengarah ke barat, satu orang menunggu di sisi barat terumbu karang dengan jaring dan satu orang lainnya menghalau ikan dari timur. Kalau ikannya nyantol di jaring, baru diambil,” terang Ikhwan.

Dampaknya luar biasa. Terumbu karang berhasil pulih dan hasil tangkapan ikan melonjak. Bangsring pun tumbuh sebagai kawasan bina wisata berbasis konservasi.

Atas semua kerja keras itu, Rabu (2/8), di Jakarta, Ikhwan, mewakili kelompoknya, pun dianugerahi penghargaan Kalpataru dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Untuk kategori Penyelamat Lingkungan.

”Darah daging saya sejak kecil dari ikan hias yang ditangkap pakai potas. Sekarang saya diberi kesempatan menebus dosa masa lalu itu,” kata Ikhwan yang pernah terpilih sebagai nelayan teladan tingkat nasional (2015) dan pemuda pelopor dari Kemenpora (2013) itu.

Bom ikan itu hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Ikhwan Arief. Korek pun sudah siap. Tinggal dinyalakan nelayan yang mengancamnya, habislah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News