Menengok Tapal Batas RI di Malinau, Prajurit Penjaga Paling Suka di Pondok Cinta

Menengok Tapal Batas RI di Malinau, Prajurit Penjaga Paling Suka di Pondok Cinta
FOTO: JAWA POS

Sebab, pemerintah Indonesia tidak bisa membangun infrastruktur di wilayah Malaysia. Lagi pula, sehari-hari yang menggunakan jalan tersebut adalah masyarakat adat. Meski berbeda kewarganegaraan, kebanyakan di antara mereka masih punya hubungan saudara.
 
Di seberang jalan, rombongan masuk sekitar 10 meter dan mendapati kubangan yang bergaris tengah sekitar 3 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Sepertiga kubangan itu berisi air yang cukup jernih. Lagi-lagi, air tersebut merupakan berkah dari langit yang ditampung. Di sebelahnya, terdapat tempat untuk mandi yang beralas kayu dan ditutup terpal setinggi pinggang.
 
Untuk mandi, para prajurit harus menimba dulu di kubangan dan menampung airnya di ember. Sebagaimana air untuk memasak, air mandi juga harus dihemat karena sangat bergantung curah hujan. "Kalau habis, sebenarnya tidak masalah. Kami tinggal turun beberapa kilometer, ada sungai di situ," lanjut prajurit dari Lamongan itu.
 
Untuk kebutuhan listrik, sebagaimana PLB di sejumlah tempat, PLB Long Nawang mengandalkan panel surya. Jika cuaca siang sedang terik, listrik bisa mengalir sejak matahari terbenam hingga terbit lagi esoknya. Tapi, bila mendung, paling listrik bisa menyala enam sampai tujuh jam saja kala malam. 
 
Di dalam bangunan pos, terdapat bilik-bilik kamar yang digunakan oleh prajurit untuk tidur. Tempat tidur mereka berupa boks berpintu dengan panjang 2 meter dan lebar 1 meter. Model tempat tidur itu melindungi para prajurit dari hawa dingin yang menusuk. Maklum, PLB Long Nawang tidak hanya berada di tengah hutan, tapi juga di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (mdpl).
 
Nuryanto menuturkan, mereka baru dua bulan bertugas di PLB Long Nawang dan masih akan bertugas selama tujuh bulan ke depan. 

PLB Long Nawang berbatasan langsung dengan kawasan milik kamp Tapak Mega, perusahaan pengolahan hasil hutan milik pemerintah Malaysia. Lokasi penebangan hutan tidak jauh dari PLB, sekitar 1 km. Karena itu, hampir setiap hari suara alat-alat berat milik perusahaan tersebut terdengar jelas dari PLB. 
 
Selama ini, perusahaan itu menjadi salah satu tumpuan warga Long Nawang untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok. Mereka kerap berbelanja di toko milik perusahaan dan membawanya kembali ke desa. Karena itu, setiap hari selalu ada warga yang melintasi perbatasan. Mereka tidak menggunakan kartu pelintas batas karena otoritas Malaysia tidak mempermasalahkannya.
 
Nuryanto memastikan bahwa pihaknya selalu mencatat siapa saja warga yang menyeberangi perbatasan. Baik WNI maupun warga Malaysia. 

Untuk WNI, selain berbelanja, tujuan utama menyeberangi perbatasan adalah bekerja. Kebanyakan bekerja sebagai buruh kasar di Tapak Mega. Sedangkan warga Malaysia biasanya menyeberangi perbatasan untuk mengunjungi keluarga mereka di Long Nawang dan sekitarnya, tidak pergi lebih jauh.
 
Para prajurit tidak memberlakukan pengetatan bagi masyarakat adat dalam melintasi perbatasan. Yang penting, identitas, keperluan, dan berapa lama mereka ke luar negeri selalu dicatat. "Setiap kendaraan dan barang bawaan yang melintas juga kami periksa mendetail," timpal Prajurit Kepala Susanto yang mendampingi Nuryanto.
 
Nuryanto menambahkan, timnya punya program patroli perbatasan minimal setiap dua pekan. Selain mengecek patok-patok perbatasan, para prajurit memantau aktivitas kamp Tapak Mega. Jangan sampai sejengkal pun alat berat mereka masuk, apalagi menyentuh pohon di wilayah Indonesia. "Kami dapat informasi, persediaan pohon besar mereka mulai menipis," ucapnya.
 
Dulu, alat berat kamp Tapak Mega pernah masuk dan menebang pohon di wilayah Indonesia. Alhasil, alat berat itu disita oleh pemerintah Indonesia. Karena itu, pemantauan terhadap aktivitas kamp Tapak Mega diperketat. Meskipun pemantauan tetap dilakukan dari wilayah Indonesia karena menghormati kedaulatan Malaysia.
 
Selama ini, hubungan tentara perbatasan di kedua negara sangat baik. Mereka saling mengunjungi pos perbatasan masing-masing. Demi menghormati kedaulatan masing-masing, kunjungan hanya dilakukan sampai pos perbatasan. Tidak lebih.
 
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, menjaga perbatasan bisa jadi pekerjaan yang menjemukan. Tapi, para prajurit mendapatkan keasyikan tersendiri dalam menjaga perbatasan. Untuk menghibur diri, mereka bisa juga mengunjungi Pondok Cinta demi mendapatkan kasih sayang.
 
Jangan buru-buru berpikir terlalu jauh. Pondok Cinta yang dimaksud adalah dua menara kayu setinggi 10 meter dan 15 meter di dekat PLB. Para prajurit biasa datang ke Pondok Cinta untuk satu tujuan. Menelepon keluarga. 

Sebab, hanya di dua lokasi itulah mereka bisa mendapatkan sinyal telepon sehingga bisa menghubungi keluarga tercinta di rumah.
 
Karena itu, para prajurit menamakan menara tersebut Pondok Cinta. Biasanya, mereka menghubungi keluarga secara bergantian karena keterbatasan sinyal. Apabila sinyal digunakan berbarengan, bisa-bisa mereka gagal tersambung dengan keluarga. 

Untuk mendapatkan sinyal, ponsel harus dibebat dengan tali, kemudian digantungkan setinggi mungkin di Pondok Cinta. Setiap prajurit menggunakan earphone agar tidak perlu memegang ponsel. Dengan cara tersebut, ponsel tidak akan bergerak dan sinyal bisa stabil. 

"Teleponnya juga khusus, yang jadul. Android dan Apple tidak berguna di sini," tutur Nuryanto seraya tertawa. (*)

Pemerintah pusat menjanjikan perubahan total wajah perbatasan Indonesia. Pos lintas batas (PLB) sebagai salah satu gerbang negara yang selama ini


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News