Mengajar Demi Pendidikan Anak Indonesia di Malaysia

Mengajar Demi Pendidikan Anak Indonesia di Malaysia
Bibiana Pulo Beda. Foto: Natalia/JPNN

Kebanyakan murid Bibiana berasal dari keluarga pas-pasan seperti buruh di kebun kelapa sawit, buruh bangunan, petani maupun pekerja rumah tangga. Dengan kehidupan pas-pasan, para orangtua murid tidak harus membayar mahal untuk bersekolah. Cukup memberikan 10 ringgit per bulan untuk para guru. Bibiana mengungkapkan, jumlah itu cukup membantu, karena para guru juga mendapat tunjangan dari pemerintah pusat.

"Kami terimakasih karena pemerintah juga memberi tunjangan untuk kami, ada dana BOS per triwulan. KBRI juga membantu kami sehingga kami terus berkembang," ungkap Bilbina.

Meski sekolahnya hanya bangunan sederhana setengah tembok, Bilbina mengaku bangga bisa membawa anak didiknya menjadi anak yang cerdas. Angkatan pertama sekolahnya, lulus 90 persen saat itu. Sementara itu di angkatan berikutnya, anak didiknya lulus 100 persen. Bilbina menganggap itu hadiah dari kerja kerasnya bersama rekan-rekannya.

"Anak-anak kami juga dapat beasiswa dari pemerintah. Kami sangat senang. Biarpun kami hanya lulusan SMA dan SPG, kami bahagia bisa mendidik anak-anak kami," terangnya.

Bibiana pun tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya setelah mengabdi bertahun-tahun, kini dirinya diminta pemerintah pusat untuk hadir di Istana Negara dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI dan bersilahturahmi bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono. Bersama satu rekannya, Bibiana akhirnya sampai di Jakarta untuk pertama kalinya.

"Bahkan mimpi pun saya tidak pernah membayangkan ke Istana Negara. Ini karena campur tangan Tuhan, sehingga saya bisa ada di sini. Seperti mimpi rasanya bisa berfoto dengan Presiden dan Ibu Negara, " kata Bibiana dengan mata berbinar.

Sesaat mata Bibiana menyapu isi ruangan Istana Negara."Gedung ini besar sekali, megah sekali," pujinya dengan wajah polos.

Bibiana sudah bertahun-tahun di tanah rantau Negeri Serumpun. Sesekali, ia mengaku, terbesit rindu pada keluarga besarnya di Pulau Adonara. Namun, ia enggan meninggalkan sekolah tempat ia mengabdi. Ia hanya menyempatkan diri setahun sekali untuk pulang ke kampung halaman.

"Saya menjadi guru di tanah rantau, karena saya ingin anak Indonesia di Malaysia menjadi anak yang cerdas" Kalimat sederhana ini terlontar

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News