Mengenal Tradisi Jemasan Gerbong Maleman di Keraton Kasepuhan

Mengenal Tradisi Jemasan Gerbong Maleman di Keraton Kasepuhan
Ilustrasi - Berbagai barang keramik untuk "Jamasan Gerbong Maleman". Foto: ANTARA/HO-Keraton Kasepuhan Cirebon

jpnn.com, CIREBON - Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat tetap menjalankan "Jamasan Gerbong Maleman", tradisi menyambut Lailatulkadar, dengan menerapkan protokol kesehatan. Penerapan protokol kesehatan ini mengingat saat ini masih pandemi COVID-19.

"Ibadah Ramadhan kan harus dijalankan, begitu juga dengan tradisi 'Jamasan Gerbong Maleman', dan ini dalam rangka menyambut malam Lailatulkadar," kata Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat di Cirebon, Selasa (12/5).

Tradisi "Jamasan Gerbong Maleman", kata dia, acara menyiapkan saji maleman di kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati.

Tradisi itu dilakukan pada malam ganjil, tepatnya pada 10 hari terakhir Bulan Suci Ramadhan, di mana Kesultanan akan menyalakan lilin, delepak, dan ukup di makam Sunan Gunung Jati hingga makam Sultan Sepuh XIII.

Ukup, lanjut Arief, berfungsi mengharumkan ruangan, sedangkan delepak dan lilin sebagai penerang ruangan.

"Tradisi ini dilakukan setiap malam ganjil di 10 hari terakhir Bulan Ramadhan, untuk menyambut Lailatulkadar," tuturnya.

Perlengkapan yang digunakan pada saji maleman, di antaranya gerbong atau peti yang terbuat dari kayu, guci, mangkok keramik, dan botol.

Perlengkapan untuk tradisi saji maleman itu dibawa menuju makam Sunan Gunung Jati oleh pasukan khusus, yakni Kraman Astana Gunung Jati, di mana mereka dilengkapi tombak.

Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat tetap menjalankan Jamasan Gerbong Maleman. Tradisi ini dijalankan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News