Mengintip Dapur dan Rahasia Vivid, Raksasa Produsen Film Dewasa yang Tetap Eksis

Mengintip Dapur dan Rahasia Vivid, Raksasa Produsen Film Dewasa yang Tetap Eksis
CEO Vivid Adult Entertainment Steven Hirsch (kiri) dan Kardono Setyorakhmadi (kanan). FOTO: Kardono

Dia kemudian melakukan sejumlah perubahan radikal. Yang pertama adalah meniadakan lagi Vivid Girls. Sebab, konsumen ternyata bosan jika aktris yang terlibat itu-itu saja. 

Kebijakan tersebut membuat Hirsch bisa berhemat. 

Jika dulu Vivid memproduksi 6-7 film per bulan, kini cukup 2-3 film. "Para pemainnya dibayar langsung per proyek," kata Hirsch yang menolak menyebutkan detail fee pemain maupun total ongkos produksinya. 

Langkah berikutnya, dia mematikan penjualan DVD-nya dan melakukan diversifikasi media. Yang pertama tentu saja situs berbayar Vivid. 

"Mungkin orang bisa menonton film dewasa gratis di internet. Tapi, jika ingin kualitas bagus dan cerita yang unik, mereka tetap harus mengakses kami," terangnya. 

Yang kedua, Hirsch melihat ceruk TV berbayar. Dia membentuk unit usaha yang khusus mengurus Vivid Channel dan melakukan penjualan. Ide itu berdasar pada perubahan tren bahwa orang tidak mau lagi ribet memutar cakram atau membuka laptop untuk menyaksikan film. 

"Lebih praktis nonton pakai TV. Bosan, langsung matikan. Tidak perlu memencet tombol open dan memasukkan disc lagi," terangnya.

Belakangan terbukti, Vivid TV Channel menjadi divisi pengeruk uang paling besar Vivid. "Separo pendapatan kami berasal dari TV channel," kata Hirsch.

BAGI para pecinta film dewasa alias film biru, adegan-adegan yang diproduksi oleh Vivid Adult Entertainment mungkin masih menjadi favorit. Kini,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News