Mengintip Sidang Adat Dayak terhadap Prof Thamrin
Masyarakat Antusias, Situasi Tetap Kondusif
Minggu, 23 Januari 2011 – 08:39 WIB

SIDANG ADAT-Persidangan Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu antara masyarakat Dayak dan Prof DR Tamrin Amal Tomagola, yang secara harafiah artinya adalah memutus dendam yang berkepanjangan dalam menuju perdamaian ke arah yang lebih baik. FOTO HENDRY PRIE/KALTENG POS
Setiap detik yang ada hanya kehikmatan dan suasana penuh damai. Penulis pun benar-benar merasa bangga dan penuh penghargaan terhadap masyarakat Dayak yang memegang teguh semboyan Hatangku Manggetu Bunu, Hanangkalu Penang Mamangun Betang yang artinya bersatu bersama menyelesaikan permasalahan, sepakat untuk membangun kebersamaan dan Penyang Hinje Simpe, Paturung Humba Tamburak Manggatang Utus Dayak yang bermakna bersama dalam satu ikatan yang kuat mengangkat harkat dan martabat suku Dayak.
Persidangan adat yang dilaksanakan berlandaskan beberapa hal, antara lain penyeragaman hukum adat sebagai hasil rapat besar perdamaian di Tumbang Anoi tahun 1894 dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) itu benar-benar berlangsung tanpa kendala hingga sampai pada akhir putusan adat dibacakan oleh para hakim adat Dayak, sekitar pukul 11.30 WIB.
Prof Thamrin yang raut wajahnya tampak dipenuhi rasa penyesalan dan telah mengaku salah serta meminta maaf kepada seluruh masyarakat Dayak, akhirnya dikenakan hukuman adat lima pikul garantung, minta maaf di depan masyarakat dayak melalui berbagai media nasional, mencabut hasil penelitiannya, mencabut pernyataannya pada saat sidang ariel peterpan serta membayar uang denda untuk upacara adat sebesar Rp 77.777.777.
Sidang adat tersebut tak memakan waktu lama, dan tak nampak pula kekecewaan dari masyarakat yang hadir. Semua datang dan pulang dengan damai, tanpa ada dendam demi keutuhan bangsa dan negara. Karena masyarakat Dayak sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Bhinneka Tunggal Ika. (*)
Adat Dayak memang penuh dengan filosofi yang menjunjung tinggi kedamaian dan kebersamaan. Terbukti ketika pelaksanaan Sidang Adat Dayak dengan Prof
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Kisah Tyas, Perempuan 25 Tahun yang Mengabdi di Pelosok Lombok
- Raisa dan GBK
- Kisah Mita, Gadis di Pekanbaru yang Bangkit dari Kelumpuhan, Bertekad jadi Dokter
- Mengenal Alat Musik Genggong, Idiofon Khas Suku Sasak di Lombok
- Menapaki Lumpur & Diterpa Badai demi Merenung di Puncak Gunung saat Pergantian Tahun
- Euforia Malam Tahun Baru di Manila dan Piala AFF 2022 Tanpa Gereget di Filipina