Mengintip Sidang Adat Dayak terhadap Prof Thamrin

Masyarakat Antusias, Situasi Tetap Kondusif

Mengintip Sidang Adat Dayak terhadap Prof Thamrin
SIDANG ADAT-Persidangan Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu antara masyarakat Dayak dan Prof DR Tamrin Amal Tomagola, yang secara harafiah artinya adalah memutus dendam yang berkepanjangan dalam menuju perdamaian ke arah yang lebih baik. FOTO HENDRY PRIE/KALTENG POS
Situasi sekitar lokasi persidangan digelar tampak ramai dan dihadiri oleh masyarakat Dayak dari usia belasan hingga yang usia lanjut. Mereka berkumpul dengan mengenakan batik khas Kalteng yang ciri khas warna cerahnya, seperti kuning, merah, biru, oranye dan ungu. Terlihat pula anggota kepolisian dan TNI yang berjaga-jaga di sekitar Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Mayjend DI Panjaitan, tempat sidang untuk memutus dendam Suku Dayak itu.

Masyarakat yang hadir tanpa dibekali ID Card hanya bisa melihat siaran langsung di ruang sidang melalui layar televisi yang diletakkan di pelataran bawah bangunan Betang.

Namun antusiasme mereka tetap menggebu, dengan penuh semangat, setiap prosesi persidangan disimak dengan hikmat. Tak ada cacian dan makian yang menjatuhkan sosok pelanggar adat. Hanya sesekali sewaktu wajah tua Thamrin yang berusia 63 tahun itu disorot kamera, ada warga yang berceloteh “Huuuuu…..Ini nih bapaknya Ariel Peterpan,”, yang sesaat kemudian disambut tawa renyah warga lainnya.

Persidangan berlangsung dengan sakral tanpa ada kendala, baik itu di dalam ruang sidang maupun di luar ruangan. Semua warga yang menyaksikan melalui layar televisi pun tak ada yang membuat kekisruhan.

.

Adat Dayak memang penuh dengan filosofi yang menjunjung tinggi kedamaian dan kebersamaan. Terbukti ketika pelaksanaan Sidang Adat Dayak dengan Prof

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News