Meninggal saat jadi Imam, 2 Hari Lalu Sangat Wangi

Meninggal saat jadi Imam, 2 Hari Lalu Sangat Wangi
Mahmudah, anak bungsu Jamhuri, di rumah duka, Loa Janan Ilir, Samarinda, kemarin. Foto: ELLY KARTIKA SARI/KALTIM POST/JPNN.com

Sebelum Jumatan Zaini sempat berbincang lama dengan dia. Saat itu, ayah empat anak tersebut adalah jamaah pertama yang datang ke masjid.

“Pukul 11 sudah datang. Banyak cerita mulai cerita anaknya di Banjar dan lainnya. Sidin juga bilang, kalau meninggal ada kenang-kenangan itu dua menunjuk tulisan bismillah dalam bahasa Arab di dalam dan luar masjid yang dulu dibuat almarhum,” ucap dia.

Tak menyangka kalimat yang keluar tersebut merupakan tanda akan pergi menghadap sang Illahi. Saat menjadi imam juga tidak ada tanda-tanda aneh. Jamhuri membacakan dengan lantang dan fasih surah Alfatihah dan Al’Ala.

“Tidak seperti orang sakit, sangat tampak sehat. Tetapi saat sujud, lirih terdengar suara takbir Allahu Akbar, pelan tetapi karena menggunakan mikrofon jadi agak terdengar,” tambah Zaini.

Selama hidup, Jamhuri dikenal Zaini sebagai orang yang baik dan taat. Keseharian juga dihabiskan untuk mengurus masjid, membaca doa, dan lainnya. Di masjid dia dijadikan pengurus seksi ibadah.

Meski telah lanjut, kakek enam cucu itu dapat membaur dengan kaum muda maupun tua. Dari segi penampilan juga sangat khas. Selalu mengenakan gamis dan surban.

Tidak pernah mengenakan pakaian lain saat salat. “Karena tertua kerap menjadi imam. Paling aktif menjadi imam di waktu zuhur dan asar,” jelas dia.

Hal senada disampaikan Mahmudah, anak bungsu Jamhuri. Kata dia, abahnya yang lahir pada 17 Agustus 1946 itu dikenal keluarga sebagai orang yang taat dan nyaris jarang absen dari salat berjamaah.

Jamhuri, Imam Masjid Baitut Tharah, Loa Janan Ilir, Samarinda, Kaltim, mengembuskan napas terakhir saat menjadi imam salat Jumat, kemarin (6/1).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News