Menkominfo Sebut RUU Penyiaran Jangan jadi Alat Pembungkaman Pers

Beberapa pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, di antaranya pasal 56 ayat 2 poin c, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Selain larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, revisi UU Penyiaran juga berpotensi adanya peluang tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik antara KPI dan Dewan Pers.
Hal itu ada dalam pasal 25 ayat q yakni menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran dan pasal 127 ayat 2, dimana penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menepis tudingan bahwa RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengecilkan peran pers.
“Tidak ada dan tidak pernah ada semangat atau pun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers,” kata Meutya dalam keterangan.
Meutya menuturkan bahwa draf RUU Penyiaran saat ini masih berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan belum dilakukan pembahasan dengan Pemerintah.
“RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multi tafsir,” pungkas Meutya.(mcr8/jpnn)
Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran jangan memberikan kesan pembungkam pers
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra
- Martin Manurung: Presiden dan DPR Sepemikiran Tuntaskan RUU PPRT
- Pimpinan Komisi III Minta Polisi Tindak Perusuh Saat May Day di Semarang
- Minta Kepastian Hukum Bagi Buruh, Sahroni: Upah Dibayarkan, Jangan Ada Ijazah Ditahan
- Kunker ke Kepulauan Riau, BAM DPR Berjanji Serap Aspirasi Warga Rempang
- Ketua Komisi II DPR Sebut Kemandirian Fiskal Banten Tertinggi di Indonesia pada 2024
- Rempang Eco City Tak Masuk Daftar PSN Era Prabowo, Rieke Girang