Menolak Tatib DPD Baru Bisa Mengganjal Pelantikan Presiden

Menolak Tatib DPD Baru Bisa Mengganjal Pelantikan Presiden
Komisioner Ombudsman RI, Laode Ida. Foto: Dok. JPNN.com

"Awalnya itu hanya menyebutkan nama daerah tetapi tidak disebutkan di alat kelengkapan, karena di tatib yang lama Kaltara masih diwakili Kalimantan Timur. Ini juga bagian penyempurnaan,” jelasnya.

Mervin mengatakan, yang banyak dipersoalkan sebenarnya Pasal 55 Ayat 1 huruf b. Dalam pasal itu disebutkan calon pimpinan tidak pernah melakukan pelanggaran tatib dan kode etik yang ditetapkan BK DPD.

Selain itu, calon pimpinan tidak dalam status tersangka. Dalam Pasal 55, Ayat 1 huruf a, calon pimpinan harus menandatangani pakta integritas yang memuat tiga poin. Pertama, mewujudkan penyelenggaraan lembaga negara yang berwibawa, baik, bersih dengan menaati peraturan Tatib dan Kode Etik DPD.

Kedua, tidak melakukan politik uang, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk penyuapan atau gratifikasi. Ketiga, bersedia diberhentikan sementara oleh BK sesuai ketentuan mekanisme yang berlaku apabila ditemukan pelanggaran sesuai poin pertama dan kedua.

Sementara dalam Pasal 54, pimpinan DPD terdiri atas dua mewakili Indonesia wilayah barat dan dua perwakilan Indonesia wilayah timur. Pimpinan akan dipilih secara musyawarah mufakat. Namun jika tidak tercapai kata mufakat maka akan dilakukan pemilihan secara pemungutan suara (voting).

“Ributnya karena ada pasal itu. Sejatinya, pasal tersebut justru sebagai bagian atau langkah kami ingin membangun parlemen yang bersih," jelasnya.

Nah, dia menegaskan, kalau tidak mau atau menolak pasal itu, tu artinya mereka tak setuju dengan adanya parlemen bersih. Menurutnya lagi, pasal itu layak dimunculkan karena tidak ingin ada pemimpin DPD ke depan diisi orang-orang bermasalah. "Jadi secara otomatis, ketika seorang pimpinan menjadi tersangka otomatis dia berhenti dari jabatan pimpinan juga nantinya," urainya.

Pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno juga mengapresiasi Tatib DPD. Adi menegaskan DPD harus terbebas dari permasalahan hukum dan persoalan etik. Hal itu penting agar dalam lima tahun ke depan muruah kelembagaan DPD dapat terjaga. "Harus bebas dari masalah hukum dan etik karena DPD RI kan lembaga kenegarawanan yang mesti dijaga muruahnya,” kata Adi pada kesempatan itu.

Komisioner Ombudsman Laode Ida mengapresiasi perubahan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (Tatib DPD) yang diberlakukan di periode 2019-2024 nanti.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News