Menunai Listrik dari Laut

R. Dwi Susanto*, PhD

Menunai Listrik dari Laut
Menunai Listrik dari Laut

Polusi langsung bisa diakibatkan oleh gas-gas berbahaya yang dihasilkan dalam pembakaran bahan bakar fosil seperti CO dan NO2 serta logam berat seperti Pb. Apalagi dengan tren global tentang pemanasan global. Gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil akan mengakibatkan peningkatan gas CO2 di udara yang berdampak pada pemanasan global.

Oleh karenanya, kesadaran akan ancaman serius terhadap lingkungan tersebut telah menjadikan cambuk berbagai negara untuk mencari sumber energi alternatif terbarukan (sustainable energy resources) yang ramah lingkungan. Apalagi, dengan semakin populernya konsep “blue economy“ yang merupakan konsep inovasi dan ekonomi yang berlandaskan siklus alam. Sudah saatnya kita harus mengembangkan inovasi energi terbarukan dari laut.

Lain halnya dengan bahan bakar fosil, energi arus pasang surut merupakan sumber energi ideal, yang terbarukan, ramah lingkungan, dan tahan iklim. Energi angin dan tenaga surya memang merupakan energi terbarukan, namun sayangnya bergantung dari perubahan iklim. Untuk wilayah kita yang terletak di katulistiwa yang merupakan daerah bertekanan rendah, maka kecepatan angin tidak besar dibandingkan dengan wilayah subtropika. 

Wilayah kita yang terletak diantara dua benua Australia dan Asia sangat dipengaruhi oleh angin musim (monsoon), sehingga curah hujan kita sangat bergantung dari musim dengan perioda sekitar 6 bulanan. Pada musim tenggara distribusi awan dan curah hujan rendah sehingga sinar matahari cukup banyak yang bisa dimanfaatkan sebagai sumberdaya energi, namun sebaliknya pada musim barat laut, distribusi awan dan curah hujan banyak sehingga kurang ideal untuk pemanfaatan energi matahari. 

Arus pasang surut   

Tinggi pasang surut laut kita relatif rendah dan kurang ekonomis untuk dikonversikan menjadi energi listrik. Lain halnya dengan Bay of Fundy, Canada, yang mempunyai tinggi pasang surut mencapai 15m yang selama ini telah dikonversikan untuk menghasilkan energy listrik. Namun, wilayah kita dengan banyaknya selat yang sempit diantara ribuan pulau, arus (bukan tinggi) pasang surut yang bisa mencapai 5m/s bahkan lebih, bisa merupakan sumber efektif untuk dikonversikan menjadi energi listrik.

 Di wilayah kita, arus pasang surut laut yang utama adalah semi-diurnal (dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari) dan diurnal (satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari). Selain itu pasut juga bervariasi secara 14 harian yaitu mencapai ekstrim maksimum dan minimum pada waktu bulan purnama dan bulan baru (spring tide) dimana matahari, bulan dan bumi hampir satu garis. Pasut terkecil (neap tides) pada waktu matahari, bulan dan bumi membentuk sudut sekitar 90 derajat. 

Karena arus pasut bergantung dari posisi relatif antara matahari, bulan dan bumi, maka mudah untuk di prediksi secara akurat besar arus maupun waktunya. Sehingga ini merupakan faktor positif bagi pembangkit listrik arus pasut, karena kita bisa menentukan secara akurat berapa besar tenaga listrik yang bisa dihasilkan untuk jangka panjang.

WALAUPUN 70 persen wilayah kita adalah laut, dan sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi serta mineral berharga sebagian besar berada di laut,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News