Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (1)
Cuma Ada Tujuh Rumah di Seluruh Dunia
Minggu, 16 September 2012 – 00:11 WIB

CARI KEHANGATAN: Warga Wae Rebo berjemur di sinar matahari pagi di depan Mbaru Tembong (rumah utama Wae Rebo). Foto : Doan W/JAWA POS
Dari Ruteng saya harus menempuh perjalanan lagi menuju Kampung Denge, jalan beraspal terakhir sebelum naik ke Wae Rebo. Jalan ke Denge bisa ditempuh sekitar 5 jam bermobil atau sekitar 3 jam memakai ojek. Saya memilih angkutan yang terakhir: ngojek.
Perjalanan menuju Denge tak cuma lama. Jalannya naik-turun-tikung kiri-tikung kanan-tekuk kiri-patah kanan. Menurut ungkapan Jawa, jalan itu tak cuma ngirung Petruk (berkelok-kelok bak hidung tokoh punakawan Petruk di pewayangan), tapi sudah nguntu graji alias zigzag patah-patah kiri-kanan bak gigi gergaji.
Ada beberapa ruas jalan yang masih berupa jalanan berbatu sehingga penumpang motor harus turun. Ada juga tanjakan curam berpasir dengan jejak motor-motor tergelincir.
Tapi, berkendara menuju Denge menawarkan pemandangan yang lengkap bak restoran all you can eat. Komplet. Kira-kira seperempat perjalanan awal, begitu keluar dari Ruteng, medannya adalah tanjakan dan turunan -tentu lengkap dengan kelokan dan patahan- melewati area pegunungan. Jalannya sempit. Di kanan dan kiri terdapat tebing atau sesekali jurang. Aroma tanah basah mengambang sepanjang perjalanan.
Wae Rebo, desa mini di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), meraih penghargaan tertinggi dari United Nations Educational, Scientific,
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu