Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)

Rumah Utama untuk Delapan Keluarga Keturunan Maro

Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)
WARGA TERTUA: Isidorus Ingkul, warga tertua sekaligus tetua adat Wae Rebo. Foto : Doan W/Jawa Pos
 

"Come in, please. Artinya, silakan masuk. Kalau silakan duduk, itu take me please!" ujarnya, yakin.

 

Alih-alih tertawa, saya memilih membetulkan ucapan Roman bahwa silakan duduk itu sit down, please. Atau, take a sit, please. "Kalau take me, please, itu artinya silakan bawa saya. Itu Anda ucapkan kalau ada turis cantik saja," gurau saya. Kali ini Roman menepuk jidatnya sambil meledakkan tawa.

 

Sabtu siang itu (8/9) saya tinggalkan Wae Rebo apa adanya seperti masa lalunya. Saya hanya membawa sejumput bahan tulisan dan puluhan frame foto. Saya hanya tinggalkan secuil kenangan di desa yang memang layak mendapat penghargaan itu. Sedangkan, Roman, kawan saya, membawa sejumlah kosa kata bahasa Inggris baru yang terus dia hafalkan sepanjang perjalanan menuju Denge".(*/c4/ari)

Mbaru niang di Wae Rebo memang layak mendapat penghargaan. Kampung mini di Manggarai, NTT, tersebut tak hanya berhasil melestarikan rumah-rumah kerucut


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News