Merekayasa Sejarah Rohingya demi Benarkan Genosida

Merekayasa Sejarah Rohingya demi Benarkan Genosida
Beberapa hoaks yang dimasukkan militer Myanmar ke dalam buku sejarah konflik Rohingya. Foto: Reuters

Di buku itu ada 80 foto yang sebagian besar diambil dari Unit True News junta militer Myanmar. Sejak awal konflik sektarian di Negara Bagian Rakhine, unit itu aktif di Facebook untuk memberikan informasi terkini versi pemerintah.

Ada delapan foto yang diklaim sebagai dokumen sejarah. Warnanya hitam putih semua. Namun ternyata, tiga diantaranya adalah foto yang dipalsukan.

Selain foto orang yang berbondong-bondong itu, ada dua foto lain yang merupakan hasil rekayasa. Satu diantaranya adalah foto mayat-mayat yang terdampar di pantai.

Itu merupakan foto warga Bangladesh yang dibunuh oleh militer Pakistan saat perang kemerdekaan pada 1971. Tapi di buku tersebut ditulis bahwa foto tersebut menunjukkan pembunuhan brutal yang dilakukan kaum Bengali saat kerusuhan etnis di Myanmar pada era 1940an.

''Isi buku ini disusun berdasarkan foto-foto dokumenter yang bertujuan untuk mengungkap sejarah warga Bengali,'' klaim Letkol Kyaw Kyaw Oo, salah seorang penulis buku. Buku itu juga menyebut penduduk Rohingya masuk secara ilegal dari Bangladesh.

Reuters berusaha meminta klarifikasi dari Juru bicara pemerintah Zaw Htay tentang orisinalitas foto di buku itu, tapi gagal. Pejabat di Kementerian Informasi U Myo Myint Maung menolak berkomentar. Dia mengaku belum membaca buku yang dimaksud.

Sebenarnya, buku kontroversial itu tak seberapa laris. Di toko buku Innwa, Yangon, misalnya. Hanya terjual 50 kopian. Mereka juga belum berniat untuk memesan kembali.

Sebagian besar toko buku malah memberikan diskon untuk pembelian buku itu. ''Tak banyak yang mencari buku ini,'' ujar salah satu pedagang. (sha/hep)


Buku setebal 117 halaman menjadi bukti nyata kebencian junta militer Myanmar terhadap kaum Rohingya. Lewat buku itu mereka berusaha merekayasa sejarah


Redaktur & Reporter : Adil

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News