Merekayasa Sejarah Rohingya demi Benarkan Genosida

Merekayasa Sejarah Rohingya demi Benarkan Genosida
Beberapa hoaks yang dimasukkan militer Myanmar ke dalam buku sejarah konflik Rohingya. Foto: Reuters

jpnn.com, YANGON - Buku setebal 117 halaman menjadi bukti nyata kebencian junta militer Myanmar terhadap kaum Rohingya. Lewat buku yang beredar luas di Yangon itu, Tatmadaw (sebutan junta militer Myanmar) berusaha mengubah sejarah. Yakni, dengan mengantagoniskan etnis Rohingya.

”Kaum Bengali ikut menyusup setelah pasukan Inggris berhasil menguasai Myanmar.” Demikian bunyi keterangan di bawah foto warga yang berbondong-bondong sambil membawa perbekalan.

Foto hitam putih itu menghiasi salah satu halaman buku berjudul Myanmar Politics and the Tatmadaw: Part I. Buku itulah yang menjadi senjata junta militer untuk mengubah reputasi kaum Rohingya.

Di dalam buku yang mulai beredar sejak Juli itu, junta militer Myanmar menuliskan tentang Rohingya. Di sana, penulis buku menyebut Rohingya sebagai Bengali.

Nama itu pula yang dipakai rakyat Myanmar untuk menyebut kaum Rohingya. Itu merujuk pada tanah asal mereka. Yakni, Bengal alias Bangladesh.

Sayangnya, isi buku itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Foto-foto yang menjadi pelengkap buku tersebut juga tidak semuanya asli. Sebagian adalah hasil rekayasa. Termasuk, foto warga yang berbondong-bondong itu.

Hasil penelusuran Reuters menunjukkan bahwa foto yang diklaim sebagai gambaran masuknya kaum Rohingya ke Myanmar itu bertahun 1996. Lokasinya pun bukan di Asia, melainkan Afrika. Itu adalah foto pengungsi Hutu yang melarikan diri dari genosida di Rwanda.

Fotografer yang mengabadikan momen itu bernama Martha Rial. Dia bekerja untuk Pittsburgh Post-Gazette. Foto tersebut meraih penghargaan Pulitzer pada 1998. Belum diketahui apakah penggunaan foto itu seizin Rial atau tidak.

Buku setebal 117 halaman menjadi bukti nyata kebencian junta militer Myanmar terhadap kaum Rohingya. Lewat buku itu mereka berusaha merekayasa sejarah

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News