Merintih Minta Ampun saat Dirawat, Pupus Harapan jadi TNI

Merintih Minta Ampun saat Dirawat, Pupus Harapan jadi TNI
Merintih Minta Ampun saat Dirawat, Pupus Harapan jadi TNI

Namun, Senin (15/9) salah seorang teman Yahya menelepon Edi dan mengabarkan Yahya sakit. Begitu sampai di SUPM, sang ayah langsung menanyakan kabar anaknya. Belum sempat menjawab, Yahya sudah muntah-muntah.

Saat itulah Edi menerima informasi Yahya mengalami tindakan kekerasan dari seniornya. Yahya kemudian dibawa pulang berobat ke puskesmas. Tak kunjung pulih, Yahya dibawa ke klinik dekat rumahnya.

Di klinik tersebut, Yahya dirawat hingga kemudian tak sadarkan diri. Lalu, dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Selama 15 hari dirawat di ruangan ICU, kondisinya turun-naik.

Yahya sempat sadar dan dibawa ke ruang rawat inap. Namun tak lama kemudian kembali tak sadarkan diri. " Yahya mengeluhkan sakit di kepalanya," ujar Edi yang terlihat begitu tegar.

Edi tak menyangka anaknya bakal menjadi korban kekerasan seniornya. Pasalnya, Yahya adalah anak yang tidak banyak cerita, cenderung pendiam. Meski begitu, dia memliki pergaulan luas, baik, penurut dan tak suka mencari masalah.

Hal tersebut membuat Edi larut dalam kesedihan. Namun demikian, bapak delapan orang anak ini mengaku ikhlas dengan kepergian Yahya.

Berbeda dengan Edi yang terlihat cukup tabah, ibu Yahya, Ely justru sangat terpukul dengan kepergian putranya. Ely bahkan tak mau diajak pulang saat korban dimakamkan. Sejumlah kerabat berupaya menenangkannya.

Kepedihan serupa dirasakan, Ida, bibi Yahya. Ida menyebut, saat menjalani perawatan di rumah sakit, Yahya sering mengigau. Ia merintih-rintih minta ampun.

PUPUS sudah harapan Edi melihat putra ketiganya menjadi anggota TNI. Anak kebanggaannya, Yahya, yang menempuh pendidikan di Sekolah Usaha Perikanan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News