Meski Andalkan Investor, Proyek Bukit Algoritma Tetap Berisiko Mengganggu APBN

Meski Andalkan Investor, Proyek Bukit Algoritma Tetap Berisiko Mengganggu APBN
Bangunan hotel tak terurus dan sepi pengunjung yang berada di lahan milik keluarga Handoko seluas 1.000 ha di Cikidang, Sukabumi yang disebut-sebut akan dibangung menjadi Kawasan Ekonomi Khusus 'Bukit Algoritma'. (Supplied: tirto.id/Adi Renaldi)

Lebih baik bukan 'proyek bombastis'

Meski mengaku tidak menentang mega proyek, Syahrial Loetan menilai Indonesia harus sangat selektif dalam menentukan proyek-proyek berskala besar tersebut.

Pertimbangannya bisa dilihat dari sisi kebutuhan, kertertarikan, dan kapasitas.

Syahrial paham pembangunan mungkin tidak bisa berjalan dengan kecepatan yang selalu linear dan sesekali harus ada lonjakan-lonjakan.

"Tetapi mega proyek bukan jawaban satu-satunya."

"Mengapa kita enggak ciptakan tiga, empat, lima, atau enam proyek yang barangkali medium scale, yang more related to [lebih berhubungan dengan] ... bahan makanan, barangkali?" kata Syahrial, sambil menyebut masalah ketahanan pangan dunia yang krusial akibat jumlah penduduk dunia yang hampir 8 miliar.

"Jadi something [sesuatu[ yang enggak terlalu bombastis, tapi dengan uang yang sama bisa memberikan dampak yang luas pada masyarakat setempat," pungkasnya.


Lahan seluas 888 hektare di Sukabumi, Jawa Barat, akan dibangun menjadi Bukit Algoritma, dengan harapan akan jadi Silicon Valley seperti di Amerika Serikat


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News