Meski Cemas & Khawatir, Warga Korban Pergerakan Tanah Memilih Bertahan di Rumah

Meski Cemas & Khawatir, Warga Korban Pergerakan Tanah Memilih Bertahan di Rumah
Kondisi lokasi bencana pergerakan tanah di Kampung Nyalindung, Desa Pasirsuren, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jabar. Foto: Antara/Aditya Rohman

jpnn.com, SUKABUMI - Siti Mayangsari mencoba bertahan tinggal di rumahnya yang sudah retak-retak pada bagian dinding, fondasi, dan lantai akibat pergerakan tanah.

Pergerakan tanah terjadi setelah Idulfitri 1442 H lalu. Awalnya Siti mengira retakan tanah yang berada di halaman rumahnya RT 03/05 Desa Pasirsuren, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, merupakan hal yang biasa, ternyata makin meluas dan merusak rumahnya.

"Pergerakan tanah semakin meluas dan merusak rumah saya, tetapi kami sekeluarga memilih untuk tetap bertahan atau tidak mengungsi walaupun harus diakui sudah cemas dan khawatir bisa saja rumahnya ambruk dan menimpa saya," kata Siti, Sabtu.

Dari pantauan di lokasi, nampak dinding rumahnya retak, lantai keramik rumah sudah amburadul bahkan beberapa ruangan seperti kamar tidur sudah amblas dan dapurnya ambruk.

Siti menceritakan mulanya atau setelah Lebaran dia menemukan retakan tanah di halaman rumah dan selang beberapa hari muncul retakan kecil di lantai kamarnya, melihat adanya retakan itu ia dan keluarganya tidak terlalu mengindahkan.

Tetapi, hari demi hari retakan tersebut bertambah besar dan meluas, puncaknya saat musim hujan sekitar sebulan ke belakang atau pada November 2021 bencana ini semakin masif merusak berbagai penjuru bangunan rumah ibu muda ini.

Bahkan, dia pun kerap dikejutkan suara benda seperti kayu patah dari dalam rumahnya, kecemasan pun makin memuncak saat hari sudah mulai malam apalagi dibarengi dengan turun hujan deras. Dirinya pun hanya bisa pasrah dan berdoa untuk keselamatannya dan keluarganya.

"Mau mengungsi ke mana, saya dan warga lain hanya bisa berharap agar pemerintah segera merelokasi kami ke mana saja. Kami pun mengerti memang tidak mudah untuk melakukan relokasi dan permukiman yang kami tempati ini berbahaya, tapi karena keterbatasan terpaksa harus bertahan di rumah," ujarnya.

Siti Mayangsari mencoba bertahan tinggal di rumahnya yang sudah retak-retak pada bagian dinding, fondasi, dan lantai akibat pergerakan tanah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News