Modern agar Tidak Anti-Apa pun

Oleh Dahlan Iskan

Modern agar Tidak Anti-Apa pun
Modern agar Tidak Anti-Apa pun

Kalaupun mau menampilkan contoh negara yang masih berusaha berdikari sekarang ini, tinggal satu atau dua saja: Korea Utara dan Venezuela. Bagaimana dengan Kuba? Kuba baru saja meninggalkannya dua bulan lalu.

Benarkah pasang naik nasionalisme sedang terjadi di Indonesia? Nasionalisme sempitkah itu?

Kalau dilihat dari wacana di masyarakat, talk show di televisi, orasi di panggung-panggung demo dan pidato-pidato di lingkungan pejabat pemerintah kelihatannya memang begitu. Tapi, kalau dilihat dari praktik sehari-hari kelihatannya tidak begitu. Kita tetap impor daging, impor garam, dan impor apa pun. Bahkan, coba pikirkan, bisakah kita berhenti makan roti dan terutama mi? Padahal, kita ini harus impor tepung terigu 100 persen! Sampai kapan pun. Karena kita tidak bisa menanam gandum.

Dan kita juga sulit berhenti mengutang.

Maka, saya pun mencoba menafsirkan komentar perdana menteri Singapura itu. "Kalau nasionalisme itu bisa diarahkan yang baik, bisa menjadi kekuatan besar." Artinya, kalau tidak diarahkan yang baik, bisa menjadi sumber bencana.

Artinya, nasionalisme itu baik. Agar jangan tenggelam pada kolonialisme. Yang penting, nasionalisme itu jangan sampai jatuh menjadi nasionalisme sempit.

Saya belum pernah menemukan istilah sebagai lawan kata "nasionalisme sempit".

Tapi, saya pernah mendengar istilah "kolonialisme modern". Maka, bagaimana kalau kita ciptakan istilah baru bahwa lawan kata "nasionalisme sempit" itu adalah "nasionalisme modern"?

KETIKA berada di Singapura bulan lalu, terbaca oleh saya jawaban Perdana Menteri Lee Hsien Loong atas pertanyaan media setempat mengenai Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News