Musim Produksi Jagung, Indonesia Tidak Perlu Impor

Musim Produksi Jagung, Indonesia Tidak Perlu Impor
Mentan Amran di ladang jagung. foto: Humas Kementan

Sementara Pengamat Ekonomi Politik Pertanian Universitas Trilogi, Muhamad Karim menilai harga jagung lokal lebih bagus dibandingkan harga jagung impor. Pasalnya, saat ini jagung lokal memiliki kualitas kandungan protein yang lebih banyak. "Lebih dari itu, saat musim kemarau ini, kualitas jagung lokal jauh lebih tinggi lagi dan lebih segar karena tidak ada GMO, tidak kopos kopos dan lebih diminati peternak. Saya pastikan harganya juga bagus. Dalam ekonomi, kondisi ini wajar, dimana barang yang berkualitas dan tinggi peminatnya akan diikuti kenaikan harga," katanya.

Namun, Karim menekankan agar pemerintah tidak gegabah dalam mengambil kebijakan impor. Sebab, kebijakan tersebut hanya akan merugikan petani karena kondisi harga yang ada bukan karena stok atau produksi yang tidak mencukupi.

"Lihat saja data Kementerian Pertanian, target produksi jagung hingga akhir tahun 2019 ini sebanyak 33 juta ton. Angka ini naik dari realisasi 2018 sebesar 28,92 juta ton, dipastikan surplus melebihi kebutuhan. Artinya, dari produksi jagung lokal dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi maupun kebutuhan lainnya. Lagian kalau impor akan rugi karena dalam transaksi kurs asing. Jadi jika impor pasti itu kebijakan keliru," bebernya.

Senada dengan Karim, Sekretaris Dewan Jagung Nasional, Maxydul Sola juga meminta agar pemerintah tidak melakukan impor. Terlebih, bantuan dan upaya peningkatan produksi dengan alat panen dan pasca panen sudah berhasil dalam menjaga pasokan dan stabilitas harga di dalam negeri. "Saat ini saja harganya bagus, yakni di atas Rp 3.150 perkilogram. Kondisi saat ini ada pertanaman dan produksi jagung cukup sesuai kebutuhan bulanan. Ini kita lakukan bersama semua pihak, kita juga bekerjasama membangun kemitraan petani dengan pelaku usaha," katanya.

Sola menyebutkan rata-rata produktivitas jagung lokal sekitar 6 ton per hektare. Karena itu, pihaknya mendukung untuk menaikan produksi menjadi 10 ton per hektar. Peningkatan ini bahkan sudah terjadi di sentra produksi seperti di Sumbawa, Dompu, Sulawesi Selatan, Lampung dan Gorontalo. "Tercukupinya kebutuhan jagung akan semakin menjauhkan Indonesia dari keran impor jagung yang merugikan petani. Sekarang kita sudah membuat sentra-sentra jagung setiap wilayah dan penanaman terus dilakukan. Selain di lahan sawah juga di lahan kering dan perkebunan," katanya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roslani menyatakan bahwa ancaman impor sudah bisa diatasi jika melihat hasil kerja sektor pertanian selama empat setengah tahun terakahir. Rosan menilai, tren sektor pertanian mampu memiliki nilai tambah. "Misalnya, ekspor pangan Indonesia selama empat tahun terakhir mengalami lonjakan dahsyat seperti tahun 2018, volume ekspor produk pangan menembus angka 42 juta ton. Beras nasional kita juga terbukti surplus sampai 2 juta ton lebih. Nah bila memang surplus kan tidak perlu impor. Mengartikan juga Indonesia tak selamanya impor," tukasnya.(jpnn)


Mentan Andi Amran Sulaiman memastikan bahwa produksi dan pasokan jagung nasional tahun ini aman dan terkendali.


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News