Nadia Sutanto, Penggagas Penyembuhan Trauma dengan Media Wayang

Pilih Karakter Punakawan agar Bisa Selengekan

Nadia Sutanto, Penggagas Penyembuhan Trauma dengan Media Wayang
IDE BARU : Nadia Sutanto (jaket hitam) setelah menerima penghargaan Tanoto Education Grant di kantor Kemendikbud. Foto : Hilmi Setiawan/Jawa Pos
 

"Cara mengajar siswa pendidikan anak usia dini (PAUD) harus segar, unik, dan menyenangkan. Kalau mengajarnya monoton, mereka mudah bosan. Dengan media ajar yang menarik perhatian, materi pelajaran dan pesan-pesan pembangkit semangat dapat ditangkap dengan baik," kata Nadia seusai menerima penghargaan di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas inovasinya tersebut.

 

Karena mustahil membawa satu kotak wayang ke kelas, Nadia akhirnya hanya membawa empat karakter punakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Karakter-karakter itu dipilih karena lebih komunikatif. Dengan demikian, materi-materi ringan seperti pentingnya menjaga kebersihan, kesehatan, dan sanitasi serta berbakti kepada orang tua bisa disampaikan dengan baik.

 

"Karakter punakawan itu selengekan, seenaknya sendiri. Karakter yang cair seperti itu sangat penting agar cerita yang kita sampaikan komunikatif dan segar. Anak-anak bisa tertawa mendengar dialog para punakawan. Jadi, walaupun ibunya meninggal, mereka tetap bisa tertawa sejenak di kelas," terangnya.

 

Supaya mudah dipahami anak-anak, wayang dipentaskan dengan bahasa Indonesia. Awalnya, tim Ubaya sempat menggunakan bahasa Jawa campuran kromo inggil dan ngoko seperti dalang-dalang pada umumnya. Namun, karena dosen maupun anak-anak sulit memahami bahasa Jawa halus, akhirnya digunakan bahasa Indonesia.

Letusan Gunung Merapi sudah berlalu dua tahun silam. Namun, trauma mendalam belum terhapus dari benak anak-anak pengungsi korban Merapi. Psikolog

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News