Nadia Sutanto, Penggagas Penyembuhan Trauma dengan Media Wayang
Pilih Karakter Punakawan agar Bisa Selengekan
Kamis, 10 Mei 2012 – 00:01 WIB
Lazimnya pergelaran wayang, dibutuhkan properti pendukung seperti layar dan lampu-lampu. Pergelaran wayang di TK-TK di kawasan Merapi itu pun menggunakan properti untuk menarik perhatian siswa. Namun, bentuknya sangat sederhana. Misalnya, guntingan kertas-kertas karya siswa. Tujuannya, siswa berperan aktif membantu guru menyiapkan pertunjukan. Dengan demikian, ketika pertunjukan berlangsung, siswa betah mengikuti hingga selesai.
Setelah dinilai efektif, metode tersebut diajarkan kepada beberapa guru PAUD di sekitar pengungsian. Meski awalnya banyak yang tertarik, belakangan terjadi seleksi alam sehingga hanya tersisa lima hingga sepuluh guru yang belajar dengan sistem tersebut. "Guru dipaksa meningkatkan kemampuan. Sebab, selain menguasai materi, mereka harus memiliki kemampuan mendalang atau mendongeng. Itu tidak mudah," terangnya.
Namun, dengan hadiah Rp 50 juta yang diterima dari Tanoto Foundation, Nadia yakin bisa melatih guru-guru TK di sekitar Merapi untuk menguasai teknik pengajaran budi pekerti dan trauma healing dengan menggunakan wayang. "Saya yakin dalam enam bulan mereka sudah mahir bercerita seperti dalang beneran," ujarnya lantas tersenyum. (*/c5)
Letusan Gunung Merapi sudah berlalu dua tahun silam. Namun, trauma mendalam belum terhapus dari benak anak-anak pengungsi korban Merapi. Psikolog
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor