Naik Sepeda

Oleh: Dahlan Iskan

Naik Sepeda
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Itulah masa -masa sulit, fase pahit getirnya kehidupan yang dilalui ibu. Membawa balita dan bayi mungil, ibu, suami dan mertua perempuan meninggalkan Kebumen menuju Gombong. Rumah dan seisinya ditinggalkan begitu saja, keselamatan lebih penting. Puji Tuhan, setelah beberapa bulan ditinggalkan ternyata kondisi rumah dan perabotannya tetap utuh, meskipun beberapa rumah di sekitarnya tinggal berupa puing-puing.

Sebagian perabot diangkut ke Gombong, sebagian diberikan kepada tetangga yang mau. Pada tahun 1967 banjir bandang melanda, air setinggi pinggang orang dewasa. Di tengah malam, waduk Sempor jebol, tidak mampu menampung air hujan yang turun terus-menerus, tujuh hari tujuh malam.

Dua tahun kemudian ibu melahirkan adik perempuan saya pada tahun 1969, dan di tahun 1975, ibu membawa saya dan adik ke Jakarta, menyusul suami dan anak pertamanya yang lebih dulu merantau.

[7/1, 11:32] Yani Jkt:
Mohon maaf Bapak, setelah bertemu dengan ibu dan mengkonfirmasi cerita ini, ternyata ada beberapa hal yang perlu saya koreksi sbb:

1. Sekolah Kepandaian Putri (SKP) seharusnya adalah Sekolah Rakyat Perempuan (SRP), ini setingkat SD. Berikutnya ibu melanjutkan ke SMP PGRI dan mengikuti Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) setelah menikah.

2. Ibu memanggil orang tua perempuan bukan dengan sebutan "Simbok" tetapi yang benar adalah " Biyung" Demikian yang perlu saya koreksi. "Rawe-Rawe Rantas, Malang-Malang Putung", ucapan Bung Karno di setiap pidatonya, kembali diserukan ibu dengan penuh semangat. Tak salah jika saya menyimpulkan bahwa ibu adalah seorang "Soekarnois" sejati. (*)


Berita Selanjutnya:
Doktor Fengsui

INILAH contoh seseorang yang awalnya hanya bisa menulis satu-dua kalimat, lantas bisa menjadi penulis yang baik. Bisa bercerita.


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News