Naofumi Nomura, Pakar Botani di Garis Depan Invasi Jamu Indonesia ke Jepang

Satu kemasan kantong (pouch) kecil jamu yang berisi 100 ml dibandrol mulai dari 650 yen (Rp 70.000) hingga 800 yen (Rp 85.000).
Dia mengaku berkomitmen tidak menggunakan bahan kering untuk membuat jamu, tetapi memakai bahan yang segar langsung diimpor dari Indonesia.
“Saya selalu menjaga resep tradisional jamu Indonesia, jadi saya tidak pakai bahan-bahan kering. Saya pakai jahe, temulawak yang segar,” kata pria yang sempat tinggal di Solo, Jawa Tengah, untuk mendalami jamu itu.
Naofumi juga mengaku selalu merasakan dan mengecek terlebih dahulu rasa dan kualitas jamu yang ia buat sebelum dijual.
Untuk cita rasa jamu, lanjut dia, lebih disesuaikan kepada selera orang Jepang pada umumnya yang lebih menyukai rasa manis.
“Karena saya orang Jepang, jamunya sedikit lebih manis daripada jamu Indonesia karena orang-orang Jepang terbiasa makanan camilan manis dan rasa manis ini bisa diterima oleh mereka,” katanya.
Ke depannya, Naofumi berharap bisa mendirikan pabrik jamu di Indonesia yang bisa mengekspor jamu ke Jepang.
Dia mengaku tidak tertarik untuk berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan jamu yang sudah tersohor di Indonesia karena mereka menggunakan bahan-bahan dan menjual jamu kering atau bubuk.
Dia membuat dan menjual jamu adalah untuk mengenalkan minuman herbal asal Indonesia itu sebagai alternatif obat tradisional di Jepang
- Sudirman Cup 2025: Sempat Tertinggal 0-2, Jepang Mengalahkan Malaysia
- Atasi Nyeri Sendi dengan Rutin Mengonsumsi 5 Jenis Jamu Tradisional Ini
- Orang Tertua di Jepang Meninggal Dunia, Sebegini Usianya
- Acaraki Jamu Festival 2025: Rayakan Warisan Budaya di Kota Tua Jakarta
- 5 Jamu Tradisional Ini Ampuh Kencangkan Miss V Secara Alami
- 5 Hal Menarik Penggunaan Jamu Tradisional untuk Pemulihan Pasca Melahirkan