Omnibus Law Banyak Penolakan, Gerindra Pastikan Tak Akan Bertindak Gegabah

Omnibus Law Banyak Penolakan, Gerindra Pastikan Tak Akan Bertindak Gegabah
Kapoksi Gerindra Badan Legislasi DRP RI Heri Gunawan. Foto: Istimewa

Hergun memandang banyaknya pihak yang mengkritik dan menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja, membuktikkan bahwa dalam penyusunan draft dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan pihak-pihak terkait. Semestinya, pemerintah membuka diri dalam penyusunan draft RUU. Masukan-masukan dari pihak terkait wajib dipertimbangkan.

"Maka solusinya, pemerintah harus mengintensifkan sosialisasi ke semua kalangan agar rakyat mengetahui draft yang dibuat oleh pemerintah. Karena undang-undang tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Kalau bertentangan dengan UUD, secara hukum batal demi hukum," katanya.

Hergun juga menyitir tujuan pemerintah menggolkan RUU Omnibus Law, di antaranya untuk menyederhanakan dan mengharmonisasi regulasi dan perizinan, mewujudkan investasi yang berkualitas, menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dan mewujudkan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan, serta memberdayakan UMKM.

Keempat target tersebut sebagai jawaban atas kondisi kekinian yang dianggap perlu segera diatasi untuk mewujudkan impian menjadi negara maju pada 2045 dengan PDB mencapai 7 triliun dollar Amerika atau menduduki peringkat empat dunia.

Kondisi kekinian yang dimaksud meliputi pertumbuhan ekonomi rata-rata di kisaran 5% dalam 5 tahun terakhir, realisasi investasi 2018 sebesar Rp721,3 triliun dan 2019 sebesar Rp809,6 triliun, angka pengangguran sebanyak 7,05 juta orang, angkatan kerja baru antara 2 sampai 2,5 juta orang per tahun dan pekerja informal 70,49 juta orang, serta jumlah UMKM besar tapi produktivitas rendah.

Namun demikian, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR ini memandang target menjadi negara maju pada 2045 tidak perlu dikejar lagi. Sebab, pada 10 Februari 2020 negara adidaya Amerika Serikat sudah menetapkan Indonesia sebagai negara maju.

"Tetapi status sebagai negara maju tidak membuat bangsa Indonesia bahagia. Sebaliknya, status tersebut menyebabkan kekhawatiran akan dipangkasnya berbagai fasilitas kemudahan perdagangan dan kredit yang selama ini dinikmati sebagai negara berkembang," jelasnya.

Legislator asal Jawa Barat ini juga menyentil ketidakkompakan pemerintah dalam merespons kritik publik terhadap dokumen RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Contohnya dalam merespons kritik para pengamat tentang potensi munculnya pemerintahan otoriter akibat ketentuan yang tercantum dalam Pasal 170, para pejabat pemerintah berbeda-beda jawabannya.

Heri Gunawan bertanya-tanya apakah RUU sapu jadat yang dimunculkan Jokowi pada pidato kenegaraan yang lalu di Parlemen, sebuah terobosan atau justru sumber kegaduhan baru.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News