Orang-orang Pigmi di NTT yang Hampir Punah, Miskin, dan Terpinggirkan

Orang-orang Pigmi di NTT yang Hampir Punah, Miskin, dan Terpinggirkan
BAK RAKSASA: Wartawan Jawa Pos Hilmi Setiawan (tengah) bersama pasangan suami istri pigmi Rampasasa; Viktor Jemarut, 80, dan Tekla Ndandus, 76. (Jawa Pos Photo)

Dengan cara seperti itu, keempat bilik kamar di rumah gendang tidak pernah kosong. Aturan adat tersebut mereka jalankan secara turun-temurun sejak dulu.

Terkait dengan postur tubuh mereka yang pendek, Darius mengakui bahwa itu merupakan warisan dari nenak moyang mereka yang secara ilmiah dikenal dengan nama homo Floresiensis. Manusia purba itu dulu banyak hidup di gua-gua, salah satunya di Gua Liang Bua yang terletak sekitar 2 km dari Dusun Rampasasa.

’’Nenek moyang kami itu pindah ke Rampasasa setelah di sekitar Gua Liang Bua terjadi wabah penyakit misterius. Banyak yang kemudian mati di dalam gua,’’ jelas Darius.

Meskipun secara fisik lebih pendek dibanding warga pada umumnya, orang-orang pigmi Rampasasa tidak pernah berkecil hati. Pemuda-pemuda pigmi juga aktif ikut kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. ’’Kami kan juga warga seperti yang lain. Jadi ya wajar kalau kami ikut kegiatan seperti yang lain,’’ tutur pria yang dituakan di suku Ntala itu.

Dari sisi sosial ekonomi, masyarakat pigmi Rampasasa masuk kategori prasejahtera alias miskin. Penghasilan mereka sebagai buruh tani cengkih dan kemiri tidak seberapa. Paling banter mereka hanya mendapatkan beberapa kg beras sebagai ongkos kuli berkebun.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup lainnya, masyarakat pigmi menarik ongkos kepada setiap wisatawan yang datang ke kampung mereka. Misalnya, ketika wisatawan ingin masuk rumah gendang, warga akan menarik tarif Rp 100 ribu per orang.

Kemudian, untuk foto bersama orang-orang kate itu, wisatawan juga harus mengeluarkan duit antara Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. Lalu, untuk jasa pemandu masuk ke kampung pigmi Rampasasa, tarifnya Rp 50 ribu. ’’Orang pigmi Rampasasa menganggap setiap tamu yang datang itu membawa berkah bagi mereka,’’ kata Kornelis, penjaga situs Gua Liang Bua. (*/c9/ari/bersambung)


Keberadaan masyarakat pigmi di Dusun Rampasasa, Desa Wae Mulu, Kecamatan Wae Rii, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih menyimpan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News