Orang-orang Pigmi di NTT yang Hampir Punah, Miskin, dan Terpinggirkan

Orang-orang Pigmi di NTT yang Hampir Punah, Miskin, dan Terpinggirkan
BAK RAKSASA: Wartawan Jawa Pos Hilmi Setiawan (tengah) bersama pasangan suami istri pigmi Rampasasa; Viktor Jemarut, 80, dan Tekla Ndandus, 76. (Jawa Pos Photo)

Rumah gendang tersebut mempunyai lima ruangan. Empat ruangan untuk kamar tidur penghuni yang masing-masing berukuran 4 x 3 meter. Letaknya di empat sudut rumah gendang. Sedangkan satu ruangan lainnya merupakan ruang serbaguna yang berada persis di tengah-tengah rumah. Ruang serbaguna itu dipakai untuk upacara adat menyambut tamu atau upacara-upacara keluarga lainnya, seperti pernikahan, kelahiran, atau kematian.

Setiap tamu asing yang masuk rumah gendang akan disambut upacara kapu oleh seluruh warga pigmi Rampasasa. Siang itu upacara dipimpin Darius Sekak, 65, yang merupakan ketua rumah gendang. Pria bertinggi 140,9 cm tersebut tinggal bersama istrinya, Regina Idas (140,8 cm).

Penghuni rumah gendang terdiri atas pasangan dari suku-suku yang berbeda. Mereka tinggal di empat kamar yang tersedia. Dua kamar untuk perwakilan suku Ntala, sedangkan dua kamar lainnya untuk suku Tuke’i dan suku Lao. Suku Ntala mendapat dua kamar karena jumlah dan pengaruhnya lebih dominan daripada suku lainnya.

Suku Ntala diwakili Darius dan istrinya serta pasangan Victor Jerubu (146,5 cm) dan Yuliana Mia (140). Suku Tuke’i mendelegasikan pasangan Petrus Antas (145,5) dan Martha Dahung (136,5). Sementara itu, perwakilan suku Lao di rumah itu adalah Rofinus Dangkut (157,9) beserta istrinya, Yuiana Nut (140,6).’’Rumah adat ini harus diisi perwakilan dari suku-suku yang ada. Tidak boleh hanya dihuni satu suku saja,’’ jelas Darius.

Kondisi bilik-bilik kamar di rumah gendang itu sangat sederhana dan jauh dari standar kesehatan rumah pada umumnya. Setiap kamar masih disekat lagi menjadi dua ruangan. Satu ruangan difungsikan sebagai ruang keluarga, ruangan yang lain untuk tempat tidur.

Kondisi tempat tidurnya juga sangat sederhana, hanya berupa dipan kayu yang di atasnya diberi kasur tipis yang sudah kumal. Tak ada pencahayaan, apalagi listrik. Cahaya hanya bergantung kepada sinar matahari yang masuk melalui celah-celah dinding kayu.

Darius menceritakan, di rumah gendang berlaku aturan pewarisan bilik kamar. Biasanya orang tua akan menyerahkan bilik kamar itu kepada anaknya yang belum bisa membangun rumah sendiri. Tetapi, ketika anak-anaknya sudah bisa membangun rumah sendiri di luar rumah gendang, kamar tersebut akan dihuni orang tuanya sampai meninggal.

Dan, ketika orang tua yang menghuni rumah gendang itu meninggal, harus ada salah satu di antara anak-anaknya yang bersedia menghuni bilik kamar di rumah gendang. ’’Anak-anak tidak boleh menolak. Karena itu amanat dari orang tua sebelum meninggal,’’ jelas Darius.

Keberadaan masyarakat pigmi di Dusun Rampasasa, Desa Wae Mulu, Kecamatan Wae Rii, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih menyimpan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News