Otto Syamsuddin Ishak, Pria yang Rela Jadi Investigator Kasus-Kasus HAM

Rela Bertahun-tahun Tak Disapa Anak-anaknya

Otto Syamsuddin Ishak, Pria yang Rela Jadi Investigator Kasus-Kasus HAM
Otto Syamsudin Ishak, investigator dan pendamping kasus kasus hak asasi manusia saat menjadi instruktur kelas investigasi Jumat (17/06) lalu. Foto : Ridlwan/Jawa Pos
Prinsip Otto sederhana. Ketika melakukan pendampingan atau investigasi, dia berharap akan ada satu nyawa yang bisa diselamatkan. "Kalau saya lima menit berkunjung di satu kampung, lima menit itu pula korban yang saya dampingi merasa nyaman. Itu saja yang bisa saya lakukan," ungkapnya.

Pendidikan Otto awalnya adalah ilmu geografi regional. Dia menimba ilmu di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta pada 1977. Pulang ke Aceh pada 1989, dia menjadi aktivis dan sesekali mengajar di Universitas Syiah Kuala. Baru pada 1995 dia bisa menamatkan S-2 sosiologi, juga di UGM.

Sejak menjadi aktivis di pedalaman hutan-hutan Aceh, Otto tak memberitahukan profesinya itu kepada keluarga. Terutama anak-anaknya. Dia tak ingin aktivitasnya tersebut membahayakan nyawa keluarga. "Kalau ditanya teman sekolah atau teman bermain di rumah soal pekerjaan saya, anak-anak saya tak tahu hendak menjawab apa," kata Otto.

Tentu saja hal itu berdampak terhadap psikologis anak-anak Otto. "Bayangkan, ketika yang lain bisa bangga bilang ayahku dokter, ayahku polisi, atau apa, anak saya bingung saya ini kerja apa sebenarnya," tuturnya.

Selama puluhan tahun Otto Syamsuddin Ishak akrab dengan tubuh terluka, diintimidasi, diculik, bahkan hampir mati. Tapi, itu sama sekali tak menggoyahkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News