Pajak Kendaraan Mati, Bisa Kena Tilang

Pajak Kendaraan Mati, Bisa Kena Tilang
Ilustrasi FOTO Radar Bogor Jawa Pos Group

jpnn.com, SURABAYA - Pajak kendaraan yang mati kini jadi objek tilang polisi. Walaupun STNK dan pelat nopol masih hidup. Langkah itu sudah diterapkan Satlantas Polrestabes Surabaya. Meski terkesan canggung, mereka mengaku punya landasan hukum yang kuat. Bahkan, seharusnya itu berlaku sejak lama.

Hal tersebut diungkapkan Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Eva Guna Pandia saat diwawancarai Jawa Pos di Mapolrestabes Surabaya kemarin. Menurut dia, ada beberapa poin landasan hukum untuk menilang pengendara yang telat membayar pajak tahunan. "Sudah diatur dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," tuturnya. Beberapa pasal yang jadi landasan itu adalah pasal 288, pasal 106, dan pasal 70 Nah, pasal 106 mengatur soal ketertiban dan keselamatan dalam berlalu lintas. Mulai persyaratan teknis yang melekat di motor seperti spion dan lampu hingga harus membawa surat-surat kelengkapan. Jika melanggar, pengendara akan berhadapan dengan pasal 280. Khususnya soal kelengkapan surat. Mulai SIM, STNK, hingga pelat nopol. Hukumannya bisa pidana kurungan atau denda.

Pengaturan soal STNK sudah dibedah dalam pasal 70. Ada tiga ayat. Namun, yang punya sangkut paut dengan tilang pajak kendaraan hanya dua ayat. Yakni, ayat 2 dan ayat 3. Ayat 2 berbunyi, STNK dan pelat nopol berlaku selama lima tahun dan harus dimintakan pengesahan setiap tahun. Nah, pada ayat 3, para pemilik kendaraan diharapkan bisa tepat waktu untuk mengurus perpanjangan tiap tahun.

Pasal itulah yang jadi perdebatan. STNK berlaku lima tahun. Tapi, jika pajaknya mati, STNK tersebut dianggap tidak sah. Pandia menilai hal itu masuk dalam wewenang kepolisian. Sebab, pengendara kedapatan membawa STNK yang tidak sah. "Tetap kena tilang," ungkapnya.

Polisi asal Medan itu memastikan penindakan tersebut tidak overlapping. Justru sudah tepat pada jalurnya. Padahal, objek yang ditindak adalah pembayaran pajak yang jika telat, sudah ada mekanisme denda atau sanksi administrasi.

Konsekuensinya, para pengendara tersandung dua kali. Sudah bayar tilang, harus bayar denda pula. Polisi dengan dua melati di pundak itu sangat yakin dengan ucapannya. Pandia bersikukuh bahwa pihaknya berwenang menindak. Alasannya, polisi dijadikan koordinator dalam proses pemungutan pajak di Samsat.

Dalam lembar kuitansi pajak yang biasanya melekat di balik STNK warga, uang pajak beserta dendanya mengalir ke pemerintah daerah dan pihak asuransi. Polisi mendapatkan biaya registrasi STNK dan pelat nopol. Meski begitu, Pandia mengaku belum menerapkan tilang terhadap pajak kendaraan yang mati. Sebab, dia masih memberikan batas toleransi. "Kalau ketahuan, kami minta dia segera bayar," akunya.

Pernyataan tersebut berbeda dengan kondisi di lapangan. Nyatanya, anggota tetap melakukan penindakan. Pelanggar dikenai pasal 288 lantaran STNK dianggap tidak sah. Seorang pengendara yang tak mau disebut namanya mengatakan bahwa dirinya hendak ditilang karena pajak STNK-nya mati dua tahun. "Saya sudah diancam, tapi kemudian diurus oleh saudara sehingga tidak jadi tilang," terangnya.

Pernyataan tersebut berbeda dengan kondisi di lapangan. Nyatanya, anggota tetap melakukan penindakan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News