Pak Harto

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Pak Harto
Pembacaan Al-Qur'an dan doa dalam acara peringatan 100 tahun Soeharto di Mesjid Agung At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah, Selasa (8/6). Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

Ekonomi Asia Tenggara kolaps. Seperti kartu domino, ekonomi Indonesia juga ambruk dan harus menyerahkan diri pada belas kasih IMF (International Monetary Fund), Dana Moneter Internasional.

Pak Harto menyerah di depan Michel Camdessus, dan kekuasaan politik yang sudah dibangunnya selama 32 tahun ikut ambruk.

Sejarah berulang, rezim baru Orde Reformasi telah lahir.

Kini giliran Soeharto yang menjadi target de-Soehartoisasi. Apa saja yang berbau Soeharto dihancurkan, dan muncul tuntutan agar Soeharto diadili atas dosa-dosa politiknya.

Dua puluh tahun berselang. Orde Reformasi di bawah Jokowi mengingatkan banyak orang akan gaya politik Soeharto yang integralistik dan—dalam istilah Marsillam—fasistis karena peran negara yang terlalu kuat vis a vis civil society, masyarakat madani.

Demokrasi berjalan secara prosedural tetapi substansinya sudah banyak terdistorsi.

Oposisi di parlemen kehilangan gigi. Parlemen jalanan dalam bentuk demonstrasi mahasiswa sudah lama hilang dan dilupakan. Sebagai ganti adalah munculnya parlemen digital yang riuh rendah di media sosial.

Legasi Soeharto sudah dikubur. Ada upaya untuk membangunkannya kembali, tetapi dilakukan sporadis dan tidak terorganisasi sehingga sia-sia. Dan sekarang giliran legasi Soekarno yang dihidupkan kembali.

Masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpinnya selama 32 tahun berhasil mengangkat ekonomi Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News