Pak Jokowi, Tolong Cabut Grasi untuk Pembunuh Wartawan

Pak Jokowi, Tolong Cabut Grasi untuk Pembunuh Wartawan
Presiden Jokowi. Foto: Setpres

jpnn.com, JAKARTA - Pemberian grasi oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi terhadap I Nyoman Susrama yang menjadi otak pembunuh wartawan Radar Bali, Jawa Pos Grup, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa merupakan langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.

Hal ini dikatakan Nandhang R. Astika, ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dalam pernyataan pers yang diterima JPNN.com, Selasa (22/1). Menurutnya, pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali pada 2010 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia.

Pasalnya, sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi pelakunya dihukum berat.

"Vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar, saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap," ucap Nandhang.

AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali, tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam. Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali.

"Pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers, karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat. Karena itu AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Advokasi AJI Denpasar, Miftachul Huda mengatakan, meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, namun seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.

"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," tegas Miftach.(fat/jpnn)


Meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, namun seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News