Pak Jokowi...Jika Laut adalah Tubuh, Sungai Tulang Rusuknya

Pak Jokowi...Jika Laut adalah Tubuh, Sungai Tulang Rusuknya
Sungai Batang Arau, Muaro Padang, Sumatera Barat. Foto: Wenri Wanhar/JPNN

Namun tampaknya, sekali lagi, sungai yang jadi rupa bumi terdekat dengan tanah-tanah hunian rakyat, kembali tertinggal di belakang. 

Padahal sejarah dunia mencatat, peradaban-peradaban dunia lahir, tumbuh dan besar di tepi sungai.

Mesopotamia dihidupi Eufrat dan Tigris. Mesir di selasar Nil. India ditopang Gangga, China menyusu pada Huang Ho dan Kuning, serta Bizantium mengampu sungai Yarmuk. 

Pun dalam sejarah Indonesia. Nagari-nagari, kedatuan, kerajaan dan kesultanan menumbuhkembang di daerah aliran sungai.

Sriwijaya di sepanjang Batanghari, Musi dan Kampar. Kerajaan Melayu menyusur Batanghari dan anak-anak sungainya.

Imperium Mataram memanfaatkan sungai-sungai di Jawa dan pantai utara. Banjar di aliran Martapura. Kutai di selongsong Mahakam. Padjajaran dihidupi Selat Sunda, dan beberapa kesultanan menggeliat di tepi sungai Kapuas, Kalimantan Barat.

Bahkan Batavia. Tak mungkin menjadi sentral ibukota tanpa mendapatkan sumber energinya dari Ciliwung.

Empat tahun berlalu. Kontestasi baru menjelang. Dari 147 halaman, lima babakan besar laporan 4 tahun kerja rezim poros maritim tadu malam, tak satu pun menyasar sungai selaku tulang rusuk peradaban maritim.

Bukankah leluhur Indonesia berjaya sebagai bangsa pelaut pada masa sungai-sungai adalah jalan raya?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News