Pakar Bantah Analisa Dangkal Pengamat Mengenai Mekanisasi Pertanian di Indonesia

Pakar Bantah Analisa Dangkal Pengamat Mengenai Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Pakar BSIP Mektan Dr. Elita Rahmarestia menanggapi pernyataan pengamat pertanian, Dwi Andreas Santoso yang meragukan manfaat investasi teknologi. Foto: dok Kementan

"Kami sangat sayangkan pengamat pertanian Dwi Andreas Santoso yang bukan ahli mekanisasi pertanian mengatakan investasi teknologi pertanian Indonesia saat ini belum maksimal meningkatkan produksi dan menekan biaya," tegasnya.

Elita mengungkapkan, berdasarkan fakta lapangan, penggunaan mekanisasi Indonesia terbukti mampu meningkatkan efisiensi pengolahan lahan yang menyempit akibat konversi.

Mekanisasi juga membuat usaha tani lebih menguntungkan karena mampu menurunkan losses hasil panen.

Dia pun mencotohkan perbandingan mekanisasi dengan pertanian manual bisa dilihat melalui data lapangan usaha tani padi yang dihimpun melalui petugas lapangan.

"Penggunaan mekanisasi untuk mengolah tanah, mampu mempercepat proses produksi dan hanya dikerjakan 2 orang yang semula 20 orang untuk satu hektarnya," ungkapnya.

Dia mengatakan dari fakta bahwa Prof Dwi Andreas jelas tak memahami arti mekanisasi dan sejarah perkembangan teknologi pertanian di Indonesia selama 10 tahun terakhir ini, dan tidak paham perbedaan pertanian tradisional versus modern.

Saat ini, lanjut Elita, waktu menggarap lahan hanya sekitar 2 jam orang kerja dengan ongkos produksi yang sangat kecil, yaitu sebesar Rp 900 ribu per hektare.

Sementara jika dibandingkan pola manual, jumlah pekerja satu hektarenya mencapai 40 orang atau jika dihitung sekitar 400 jam orang kerja.

Pakar BSIP Mektan Dr. Elita Rahmarestia menanggapi pernyataan pengamat pertanian, Dwi Andreas Santoso yang meragukan manfaat investasi teknologi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News