Pakar Bantah Analisa Dangkal Pengamat Mengenai Mekanisasi Pertanian di Indonesia

Pakar Bantah Analisa Dangkal Pengamat Mengenai Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Pakar BSIP Mektan Dr. Elita Rahmarestia menanggapi pernyataan pengamat pertanian, Dwi Andreas Santoso yang meragukan manfaat investasi teknologi. Foto: dok Kementan

Elita menjelaskan perlunya melihat sebuah proses produksi secara makro, tidak hanya melihat penggunaan alsintan.

Faktor teknis produksi lainnya tidak dapat diabaikan sebagai cost produksi, yakni prasarana lahan dan irigasi, benih, pupuk, pestisida, mekanisasi hingga faktor pasca-panen.

"Pemerintah melalui Kementerian Pertanian sudah mendistribusikan bantuan mekanisasi sejak 2015 hingga 2021. Untuk bantuan traktor roda empat mencapai 13.878 unit, traktor roda dua 152.779 unit, pompa air 121.574 unit, rice transplanter 20.653 unit dan hand spayer mencapai 167.142 unit," ungkap Elita.

Bantuan yang diberikan pemerintah tersebut, berdampak positif terhadap peningkatan level mekanisasi Indonesia yang dulunya level mekanisasi hanya 0,5 HP/ha di tahun 2015, menjadi 1,8 HP/ha di tahun 2017, dan terus meningkat hingga mencapai 2,1 HP/ha pada 2021.

“Faktor ini Jika dibandingkan angka di tahun 2015 ke 2021, maka level mekanisasi di Indonesia meningkat signifikan hingga 320 persen,” bebernya.

Saat ini, lanjut Elita, Indonesia juga meningkat sejajar dengan Thailand yang merupakan salah satu negara kuat sektor pertanian di kawasan Asia dengan level mekanisasi di angka 2,1 horsepower per hektare.

Ke depan pemerintah akan terus menggenjot pertanian modern hingga Indonesia mampu setara dengan Jepang yang telah mencapai 6 horsepower per hektar.

Sebagai informasi, saat ini potensi industri alat dan mesin pertanian di Indonesia cukuplah besar. Saat ini saja industri mekanisasi pertanian berskala besar mencapai 3 perusahaan dengan kapasitas produksi mencapai 955.550 unit dan perusahan kapasitas menengah mencapai 30 dengan kapasitas produksi 135.000 unit.

Pakar BSIP Mektan Dr. Elita Rahmarestia menanggapi pernyataan pengamat pertanian, Dwi Andreas Santoso yang meragukan manfaat investasi teknologi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News