Pakar Hukum Ingatkan Pentingnya Media Jaga Etika Jurnalistik
Karena itu, substansi pemberitaan selalu diharapkan ada cover both sides.
"Meskipun kewajiban media telah melakukan komunikasi cover both sides, tetapi jika substansi pemberitaan tetap prejudice, harus dianggap sebagai pelanggaran hukum dan etika pemberitaan, meski menjadi polemik sebagai suatu kewajaran," katanya.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Krinadwipayana ini juga menegaskan, pemberian hak jawab di dalam media jangan diartikan bahwa tidak ada pelanggaran hukum dan etika atas substansi pemberitaan.
Demikian juga sebaiknya, pemberitaan menghindari adanya pembentukan misleading opinion kepada publik yang justru dapat merugikan perlindungan hak asasi seseorang.
"Hak tolak pers sebagai previlege rights agar tidak disalahgunakan oleh pers untuk melakukan actual malice yang meragukan motif dari orang yang menjadi korban pemberitaannya. Ini merupakan bentuk abuse secara hukum dan etika," ucap Indriyanto.
Dia mengungkapkan, media tetap terikat untuk tidak melanggar right to distort (mengacaukan) pemberitaan yang substansinya membentuk misleading opinion bahwa seolah seseorang bertanggung jawab secara hukum.
"Pengabaian right of distort adalah bentuk pelanggaran etik dan hukum. Kebebasan tidak bisa dan tidak akan pernah dimaknai secara absolut tanpa batas, dan kebebasan absolut tanpa batas inilah bentuk dari pelanggaran etika dan hukum," pungkas Indriyanto.(gir/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Pakar hukum mengingatkan pentingnya media massa menjaga prinsip hukum dan etika jurnalistik.
Redaktur & Reporter : Ken Girsang
- Apkasi Gelar Anugerah Jurnalistik 2024
- Pakar Hukum Soroti Kasus Arion Indonesia Melawan DJP
- Pakar Hukum UGM: Kasus Karen Harus Ditangani dengan Cermat
- Pakar Hukum: Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, Tak Bisa Tekan Hakim
- Dr. Salim - Fraksi PKS Buka Puasa Bersama Media, Sampaikan Pesan Kebangsaan
- Indeks Keselamatan Jurnalis Terbaru, 45 Persen Pernah Mengalami Kekerasan