Pakar Siber Kritik Penghimpunan Data Masyarakat Oleh Kemenkes

Pakar Siber Kritik Penghimpunan Data Masyarakat Oleh Kemenkes
Ilustrasi E-KTP. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Pakar keamanan siber Pratama Persadha menyoroti praktik penghimpunan data masyarakat. Pratama menjelaskan meski sudah ada sekitar 1.227 pihak baik swasta maupun instansi pemerintah yang diberikan akses oleh Dukcapil untuk melakukan sinkronisasi data kependudukan, praktik mengumpulkan KTP dan KK di lapangan masih banyak terjadi.

Dia mencontohkan, warga Depok, Jawa Barat, yang baru-baru ini dimintai fotokopi KTP, KK dan kartu BPJS untuk Program Indonesia Sehat dan Pendekatan Keluarga (PISPK) Kementerian Kesehatan. Dia menjelaskan, Kemenkes meminta bantuan Pemda untuk menghimpun data lewat PKK dan kader Posyandu.

"Ini ada KTP dan KK yang dikumpulkan untuk apa, masyarakat tidak sedang pinjam uang bank. Bahkan seharusnya dengan model akses terbuka oleh Dukcapil, pihak perbankan tidak perlu lagi meminta copy identitas masyarakat," kata Pratama dalam keterangannya, Minggu (22/9).

Ketua lembaga Communication and Information System Security Research Center ini menambahkan, akan dibawa ke mana data yang dikumpulkan, dan siapa yang bertanggung jawab bila terjadi penyalahgunaan. Terlebih lagi, saat ini Indonesia belum memiliki UU Perlindungan Data Pribadi.

Menurutnya, ibu-ibu PKK dan Posyandu pastinya tidak mengerti betapa bahayanya mengumpulkan data kependudukan seperti ini.

"Lalu oleh Kemenkes data ini mau diapakan dan bila terjadi penyalahgunaan apakah Kemenkes bisa bertanggung jawab? Ini serius, penghimpunan data kependudukan harus ditertibkan," kata mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.

Dia menambahkan, di KK tertera nama ibu kandung, artinya bisa disalahgunakan untuk mengelabui transaksi perbankan. Pratama juga mempertegas perlu transparansi siapa pihak yang menyimpan data baik dalam proses maupun akhir. Menurut dia, Kemenkes bisa bekerja sama dengan Dukcapil sehingga tidak harus menghimpun data masyarakat.

"Di Eropa mereka ada General Data Protection Regulation atau GDPR yang melindungi data warga. Setiap data warga Uni Eropa yang disalahgunakan, penghimpun dan pengelolanya bisa dituntut jutaan euro. Jadi, data ini tidak main-main," jelasnya.

Meski sudah banyak pihak yang diberikan akses oleh Dukcapil untuk melakukan sinkronisasi data kependudukan, praktik mengumpulkan KTP dan KK di lapangan masih banyak terjadi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News