Para Ilmuwan Indonesia Kecam Peneliti Asing Penyebar Informasi Tak Valid soal Orang Utan

Para Ilmuwan Indonesia Kecam Peneliti Asing Penyebar Informasi Tak Valid soal Orang Utan
Orang Utan. Foto: ANTARA/HO-BKSDA Kalbar dan IAR Indonesia

''Meminta adu data juga harus hati-hati dengan peneliti seperti ini, karena harus jelas dulu niatnya apa. Setiap peneliti pasti menyimpan misinya masing-masing. Meijaard harusnya melakukan tringualasi data, uji data dengan fakta lapangan, tetapi risetnya tidak melakukan itu sama sekali. Jadi hanya mengandalkan prediksi dari asumsi-asumsi dan polarisasi yang bisa saja berbeda jauh dari kondisi nyata,'' tegasnya.

Hal senada disampaikan Prof. Ris. Haruni Krisnawati. Profesor Haruni mengatakan hasil penelitian Meijaard dengan metode pemodelan tanpa groundcheck cenderung ke arah membangun framing.

Meijaard tidak mengumpulkan data langsung, hanya mengandalkan metode asumsi dan generalisasi yang variabelnya dibatasi sesuai kebutuhan peneliti.
 
''Tentu hasilnya akan berbeda dengan peneliti lainnya yang mengambil langsung data lapangan. Pendekatan pemodelan idealnya bisa memasukkan variabel-variabel yang relevan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan, termasuk jika ada intervensi kebijakan dan skenario mitigasi yang ada,'' jelas Haruni.
 
Dia mengatakan bagi orang awam mungkin mudah mengatakan seharusnya pemerintah cukup publish saja hasil riset ilmiah, untuk membantah hasil riset Meijaard.

Namun, sambungnya, kondisinya tidaklah semudah itu karena hasil riset untuk terbit di jurnal internasional, biasanya butuh waktu yang tidak sebentar dan biaya yang tidak sedikit. 

Menurutnya, tidak ada yang salah dengan surat dari KLHK karena pada dasarnya para peneliti asing itu memang tidak berada di Indonesia
 
''Kalau lihat dari surat KLHK, sebenarnya tidak ada pencekalan karena si penelitinya sendiri tidak ada di Indonesia, melainkan bersifat imbauan di internal KLHK untuk lebih hati-hati menjaga kedaulatan negara. Karena banyak juga yang datang ke kawasan konservasi, izinnya berwisata tetapi ternyata ambil data-data untuk publikasi ilmiah demi kepentingan pribadi,'' kata Haruni.
 
Peneliti Ahli Utama kehutanan ini mencontohkan pihaknya baru saja menerbitkan artikel di jurnal internasional Q1 untuk mematahkan hasil riset peneliti asing tentang kerugian lingkungan akibat emisi carbon di lahan gambut.

Sebelumnya Indonesia disebut sangat merugikan sebagai negara penghasil emisi terbesar dari kebakaran gambut tropis, tetapi setelah diriset lapangan selama 2019-2021 ternyata angkanya bisa sepertiganya dan akan mengoreksi asumsi sebelumnya.
 
''Ini sudah dipublikasikan di jurnal internasional Q1 Science of the Total Environment dengan judul carbon balance of tropical peat forests at different fire history and implications for carbon emissions. Angka ini sudah dipakai mengoreksi nilai emisi karhutla sebelumnya. Jadi seperti inilah, kami para peneliti Indonesia tidak boleh menyerah dengan para peneliti asing. Boleh bermitra tetapi harus dengan prinsip kehati-hatian dan niat baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan manusia,'' kata Haruni.

Diketahui Meijaard membuat tulisan opini yang mengutip hasil risetnya sendiri tentang penurunan populasi orang utan di Indonesia, bahkan mengarah pada kepunahan.

Namun, berdasarkandari data KLHK di lapangan pada 2022 masih terjadi kelahiran dua ekor orang utan di Indonesia.

Para peneliti asing tidak melakukan ground check langsung di Indonesia dan triangulasi data dengan kondisi riil orang utan di lapangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News