PB PGRI Nilai Pengisian Kursi Mendikbud tak Sesuai Tradisi Politik

PB PGRI Nilai Pengisian Kursi Mendikbud tak Sesuai Tradisi Politik
Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Presiden Jokowi menunjuk Nadiem Makarim sebagai mendikbud menunculkan pro dan kontra.

Menurut Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Didi Supriyadi, milenial dan pintar ini sangat bagus untuk Indonesia agar mampi melompat jauh ke depan.

Konsep akan memperkuat bahasa international dalam hal ini Inggris sebagai pengantar, penguasaan coding theory sebagai basis digital, statistics, diperkuat sebagai keahlian untuk meramalkan masa depan melalui data. Itu yang dinginkan oleh seorang Nadiem sebagai ahli aplikasi.

"Hanya perlu diingat bahwa kepintaran usia muda dan pengalaman sebagai milenial seorang menteri untuk sukses belumlah cukup," kata Didi kepada JPNN.com, Jumat (25/10).

"Kenapa? Sukses Nadiem di Gojek hanya perusahan besar yang orientasinya profit semata. Beda dengan Kemendikbud. Apa lagi ada pendidikan tinggi," sambungnya.

Dia melanjutkan, menteri merupakan jabatan politik, maka keberhasilannya bukan ditentukan oleh kepintarannya.

"Ingat saat ini ada sebagian masyarakat yang belum mengerti, di mana tradisi mendikbud biasanya diisi oleh orang orang yang kebetulan dari ormas keagamaan. Sama halnya kemenag yang selama ini tradisinya oleh ormas keagamaan terbesar di tanah air," tuturnya.

Didi menambahkan, walau pengangkatan menteri adalah hak prerogatif presiden, akan tetapi secara politik, penunjukan Nadiem Makarim sebagai mendikbud, kurang tepat. "Semoga semuanya baik baik saja, dan sukses selalu," tutupnya. (esy/jpnn)

Menurut Ketua PB PGRI Didi Supriyadi, penunjukan Nadiem Makarim sebagai mendikbud di Kabinet Indonesia Maju tidak sesuai tradisi politik.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News