Pegiat Anak Terlalu Gampang Mengobral Kata Darurat

Pegiat Anak Terlalu Gampang Mengobral Kata Darurat
Reza Indragiri Amriel. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pascakejadian kekerasan anak di Siantar, pegiat perlindungan anak secara tipikal langsung menjatuhkan vonis bahwa daerah tersebut darurat kekerasan seks terhadap anak.

Namun, menurut Reza Indragiri Amriel, psikolog forensik, kabar bahagia tentang anak-anak di Siantar (dan daerah-daerah lain) kerap luput dari atensi publik dan pegiat perlindungan anak.

"Eksploitasi kekerasan untuk konsumsi masyarakat lagi-lagi hanya berujung pada sebutan "darurat ini, darurat itu". Sebutan yang toh tidak begitu terukur dan terlalu gampang untuk diobral," kritik Reza dalam pesan singkatnya, Selasa (10/10).

Dia melanjutkan, sebutan yang mendemotivasi bahkan berpotensi mewabahkan moral panik. Ketika semua daerah diberi status darurat, lantas daerah mana yang tidak darurat?

"Kita barangkali perlu belajar lebih serius pada tikus-tikus dalam eksperimen Skinner. Ketika diuji mana yang lebih ampuh untuk membentuk perilaku baik, sengatan listrik ataukah aroma keju. Hasilnya adalah tikus menjadi lebih semangat, lebih ligat, dan lebih cepat jika diberikan keju," tutur pengurus Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) ini.

Pesan moral dari eksperimen Skinner, menurut Reza adalah nyalakan pijar semangat. Bukan melulu menyiram bensin, agar masyarakat dan anak-anak Siantar (dan daerah-daerah lain) bisa sehebat tikus-tikus Skinner.

"Tentu, ini bahasa kiasan saja," sergahnya.

Anak-anak Siantar dan daerah lainnya dengan prestasi yang membanggakan perlu dielu-elukan agar bisa lebih menyalakan harapan bagi anak-anak lainnya. (esy/jpnn)


Psikolog forensik mengkritik kalangan pegiat anak yang terlalu reaktif dalam menyikapi kasus-kasus kekerasan


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News