Pembatalan Moratorium Remisi Terus Dikritisi

Hakim PTUN Dianggap Tak Berwenang Memutus SK Menteri

Pembatalan Moratorium Remisi Terus Dikritisi
Pembatalan Moratorium Remisi Terus Dikritisi
JAKARTA - Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menhukham) tentang pembatalan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat (PB) napi korupsi, terus dipersoalkan. Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) yang terdiri dari LSM dan tokoh pegiat antikorupsi, menganggap putusan PTUN itu sarat kejanggalan.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (12/3) menyatakan bahwa SK Menhukham tentang pengetatan remisi dan PB sebenarnya tidak dapat diajukan ke PTUN. "Karena tidak bersifat final dan individual. Selain itu sesuai dengan Pasal 48 UU PTUN, ada proses keberatan dan banding administratif," kata Alvon.

Selain itu, kata Alvon, selama ini banyak pihak salah kaprah, termasuk Penggugat dan Hakim PTUN dalam memahami persoalan remisi dan PB. Ditegaskannya, remisi dan PB bukanlah Hak Asasi Manusia (HAM) seperti yang didalilkan di Putusan. Revisi dan PB, kata Alvon, adalah hak narapidana.

"Karena HAM adalah hak yang bersifat asasi dan asali, ada sejak manusia ada, ada bukan karena pemberian dari siapapun. Sedangkan hak narapidana adalah hak yang diatur di UU Narapidana, diberikan oleh negara, di mana syarat-syaratnya diatur setingkat Peraturan Pemerintah," bebernya.

JAKARTA - Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menhukham) tentang pembatalan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News