Pemberitaan Media soal Virus Corona Dinilai Sebabkan Panic Buying di Australia


Worldometer, sebuah situs yang mengumpulkan data penyebaran dari seluruh dunia, sampai hari Kamis siang (5/3) memperkirakan sudah 3.250 orang tewas, dengan 95 ribu orang di seluruh dunia tertular COVID-19, dan 51.500 orang sudah sembuh.
Sebagai bandingannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan epidemi flu setiap tahunnya menyebabkan 650 ribu meninggal, sementara Worldometer memperkirakan di tahun 2020 ini sudah 86 ribu orang meninggal karena flu.
Meski adanya angka kematian yang tinggi akibat flu, Professor Wahl-Jorgensen mengatakan media jarang sekali melaporkan kematian karena flu dengan berita-berita yang menakutkan seperti wabah virus corona seperti sekarang ini.
"Dalam situasi yang tidak menentu, jurnalisme sering kali memuat spekulasi dengan kemungkinan paling buruk." kata Professor Wahl-Jorgensen.
"Walaupun bisa membantu agar kita awas dengan kemungkinan paling buruk, namun ini juga bisa menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu."
Prof Wahl-Jorgensen mengatakan wabah virus corona juga merupakan wabah pertama dunia yang terjadi di masa media sosial.
"Media sosial tampaknya memainkan peran penting dalam penyebaran informasi yang tidak benar dan kepanikan." katanya.
Laporan media soal virus corona yang tidak bertanggung jawab, terlalu sensasional telah menyebakan ketakutan dan kepanikan di Australia
- Industri Alas Kaki Indonesia Punya Potensi Besar, Kenapa Rawan PHK?
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Korea Selatan dan Australia Ramaikan Semarang Night Carnival 2025
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan