Pembuktian Terbalik Dinilai Belum Maksimal

Pembuktian Terbalik Dinilai Belum Maksimal
Pembuktian Terbalik Dinilai Belum Maksimal
JAKARTA - Instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penuntasan kasus Gayus Tambunan, salah satunya adalah penerapan metode pembuktian terbalik. Namun hingga kini, pelaksanaan instruksi kelima dari 12 butir Inpres itu dinilai masih belum maksimal.

   

"Memang sudah (diterapkan) tapi cuma sebatas yang ada di persidangan, baik itu kasus korupsi maupun money laundering," kata Pakar Hukum Pidana Rudy Satrio di Jakarta, kemarin (5/2). Menurutnya, yang diperlukan adalah penerapan metode pembuktian terbalik sejak awal ketika diketahui adanya kepemilikan harta dalam jumlah tak wajar.

   

"Jadi (diterapkan) sejak dini, sejak awal ada kecurigaan dari laporan harta pejabat (yang tidak wajar)," tutur Rudy. Dia menyebutkan, LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang biasa disetorkan ke KPK bisa menjadi bahan untuk memulainya. "Saya kira (LHKPN) yang masuk sudah banyak. Harusnya itu diolah," sambung dosen hukum pidana Universitas Indonesia itu. Penerapan pembuktian terbalik itu, kata dia, diberlakukan tidak hanya untuk Gayus Tambunan saja.

     

Hal senada juga disampaikan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Muchtar. Menurutnya, instruksi terkait pembuktian terbalik itu baru dilakukan jika sudah ada kasus pidananya. Misalnya dalam kasus pencucian uang Bahasyim Assifie.

   

JAKARTA - Instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penuntasan kasus Gayus Tambunan, salah satunya adalah penerapan metode pembuktian terbalik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News