Pengamat Nilai Pembubaran FPI Berpotensi Kontraproduktif

Pengamat Nilai Pembubaran FPI Berpotensi Kontraproduktif
Orang-orang nyambut kepulangan Rizieq Shihab, pemimpin Front Pembela Islam Indonesia (FPI), 10 November 2020. (Foto: Reuters, Ajeng Dinar Ulfiana)

Sementara itu, bentrokan antara polisi dan pendukung Shihab yang berbuntut pada tewasnya enam pemuda yang ditembak mati polisi masih diselidiki oleh komisi hak asasi manusia nasional.

Mahfud mengatakan FPI resmi dibubarkan sejak Juni tahun lalu, namun terus melakukan kegiatan yang melawan hukum.

Ia menambahkan, enam pejabat senior Pemerintah Indonesia, termasuk Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala Badan Penanggulangan Terorisme terlibat dalam keputusan pelarangan kelompok tersebut.

Wakil Menteri Kehakiman, Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan FPI dilarang karena hampir 30 pemimpin, anggota, dan mantan anggotanya telah dihukum atas tuduhan terorisme, dan karena kelompok itu bertentangan dengan ideologi negara bangsa, Pancasila, yang menekankan persatuan dan kesatuan dalam keberagaman.

Dibentuk setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, FPI terkenal atas aksinya menyerang bar dan rumah bordil serta mengintimidasi agama minoritas. Namun, organisasi ini juga dikenal kerap menawarkan bantuan selama bencana alam.

Pengaruh politiknya telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah perannya dalam demo pada tahun 2016 terhadap mantan gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang dipenjara atas tuduhan penodaan agama.

Pemerintah melihat demonstrasi sebagai salah satu ancaman terbesar terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.

'Keputusan yang berpotensi mendiskriminasi'

Di sisi lain, pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan, bahwa pernyataan menteri bukanlah hukum.

Pemerintah Indonesia resmi melarang aktivitas Front Pembela Islam, kelompok yang dianggap garis keras dan kontroversial serta berpengaruh secara politik, sesuai keterangan yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Mahfud MD, kemarin (30/12)

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News